Pada 2 Januari 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) Indonesia memutuskan bahwa ambang batas pencalonan presiden, yang sebelumnya memerlukan 20% kursi parlemen atau 25% suara populer, tidak lagi bersifat mengikat secara hukum. Keputusan ini, yang berpotensi mengubah dinamika pemilu, menjadi sorotan banyak pihak, terutama para politisi dan partai politik. Namun, meskipun keputusan ini sangat penting untuk sistem politik Indonesia, kenyataannya banyak warga yang tampaknya tidak peduli atau bahkan tidak menyadari dampaknya. Lantas, mengapa masyarakat cenderung apatis terhadap perubahan yang terjadi dalam struktur politik ini?
KEMBALI KE ARTIKEL