“Assalamu’alaikum wa kaji[1]”
“Wa’alaikum salam warahmatullah… eh mang kosim, mangga mlebet[2]” kata Kyai Dulhalim sambil buru-buru melepas tangannya karena mang kosim berusaha untuk mencium tangan beliau dengan senyumnya yang khas.
“mboten usah kyai[3], saya hanya di beri amanat sama haji Syamsuri untuk mengundang kyai untuk bisa hadir ke rumahnya ba’da isya[4] dalam acara manaqiban” kata mang kosim dengan badan setengah menunduk tanda ta’dziman[5] kepada kyai Dulhalim.
“Mmm…katakan kepada haji syamsuri Insya Allah saya akan hadir kalau tidak ada halangan” jawab Kyai Dulhalim sambil tetap tersenyum
“oh ya, bagaimana kabar anakmu yang kemarin sakit, sudah sembuh belum?” tanya Kyai Dulhalim penuh perhatian
“Alhamdulillah kyai, sekarangan sudah baikan walaupun masih kelihatan pucat tapi sudah ada perkembangan”jawab mang kosim senang
“saya atas nama keluarga sangat mengucapkan banyak terimakasih karena bantuan kyai dalam pengobatan anak saya, saya tidak tahu bagaimana jadinya jika nggak ada kyai mungkin anak saya…”
“sudah,sudah…jangan diteruskan, bersyukurlah kepada Allah swt, mari masuk dulu!” potong kyai Dulhalim merangkul mang kosim ke rumahnya.
“Puten kyai[6], saya masih harus menyampaikan undangan haji syamsuri karena banyak yang belum tersampaikan padahal sekarang sudah sore jadi kapan-kapan saja, Insya Allah saya akan mampir lagi”kata mang kosim menolak ajakan kyai dulhalim untuk mampir.
“oh gitu…ya udah nggak apa-apa, hati-hati di jalan”
“matur kesuhun kyai, assalamu’alaikum…”
“wa’alaikum salam warahmatullah…” jawab kyai Dulhalim sambil melihat punggung mang kosim yang sesekali menoleh ke arah beliau sambil tersenyum.
****
Kyai Haji Abdul Halim yang masyhur di panggil Kyai Dulhalim adalah sosok ulama di kampung Sarimaju yang paling di segani dan di cintai bukan hanya karena beliau adalah Alim ilmu agama tetapi juga karena Akhlak beliau yang sangat santun dan sanagat memperhatikan masyarakat terutama dari golongan yang kurang mampu.
Setelah acara manaqiban selesai maka Kyai Dulhalim pun di minta tuan rumah untuk memberikan tausyiah sambil menunggu makanan di bagikan.
Setelah mengucapkan salam dan bersholawat kepada baginda Rosulullah saw, Kyai Dulhalim berkata.
“sebenarnya tradisi membaca manaqib itu tidak ada dalam syari’at islam maka bisa di katakan ini adalah bid’ah”
Tiba-tiba majlis menjadi agak sedikit riuh dan saling bertanya, mengerti akan hal ini kyai dulhalim melanjutkan
“yang kita baca barusan adalah manaqib Syekh Abdul Qodir al-Jailani, beliau adalah salah seorang ulama besar yang di maqomkan di baghdad dan Insya Allah termasuk hamba Allah swt yang mencintai dan di cintai-Nya”
Para hadirin mulai tenang tapi masih diliputi berbagai pertanyaan di benak mereka karena belum pernah ada kyai di kampung mereka yang menyatakan kalau membaca manaqib adalah bid’ah.
“Manaqib adalah semacam biografi yang menceritakan tentang jalan hidup seorang guru, Tetapi ia bukan sekadar biografi yang hanya mencatat tentang tempat lahir, tanggal lahir dan hal-hal yang berelasi dengan guru secara historis, tetapi merupakan catatan kehidupan spiritual seorang guru sufi (mursyid), yang dapat mempengaruhi para salik(murid) dalam menghidupkan orientasi spiritual didalam diri mereka dan juga meningkatkan aspirasi mereka untuk mendekatkan diri kepada Allah swt” terang Kyai Dulhalim dengan tenang dan pandangan mata yang teduh tetapi jelas terlihat wibawanya.
“saya sering menghadiri acara manaqiban di baca dengan bacaan cepat dan kadang dengan pembacaan yang merdu dan yang lainnya mendengarkan tapi kebanyakan dengan mata berat terkantuk-kantuk karena kecapean mencangkul di sawah” sebagian hadirin tertawa.
“saya perhatikan manaqib mulai di syakralkan oleh masyarakat, karena seharusnya kita dapat mencontoh perilaku tokoh yang dibaca, tetapi ironisnya banyak dari kita yang tidak paham dengan isi manaqib”
“kalau kita membaca al-quran walaupum tidak paham tetap mendapat pahala tetapi kalau membaca manaqib kalau kita tidak paham akan isinya apa yang kita dapat?...”tiba-tiba hadirin kembali riuh dan agak lebih rame dari yang pertama.
“punten kyai, mohon kiranya kyai menjelaskan lebih detail lagi supaya jangan sampai terjadi perselisihan pada orang-orang awwan seperti kami ini…”tanya mang surip menyela Kyai Dulhalim
“nggih kyai, kan manaqib niki saking Waliyullah Syekh Abdul Qodir al-Jailani ing kang katah karomahe”[7]tanya ustadz arifin
“apakah Kyai sudah tidak percaya kepada karomahnya Syekh Abdl Qodir Jailani?” sahut Mang Karna menimpali
Kyai dulhalim terdiam sesaat, kemudian kembali tersenyum sambil memandangi hadirin satu persatu, sejurus kemudian beliau melanjutkan.
“memang betul syekh abdul qodir itu Waliyullah”
“memang betul banyak karomahnya syekh abdul qodir itu”
“akan tetapi…”
“sekarang itu membaca manaqib sudah dalam taraf mengkhawatirkan, yaitu banyak yang membaca manaqib tetapi tidak paham isinya, kedua banyak yang memahami kalau membaca manaqib itu membawa berkah walaupun tidak paham isinya, ketiga merasa kalau membaca manaqib itu adalah ibadah seperti halnya membaca al-quran dan sholawat nabi saw ini adalah keliru dan perlu di luruskan” orang-orang masih terdiam walaupun dalam benak mereka berkecamuk berbagai pertanyaan.
“inti dari membaca manaqib adalah supaya kita mampu meneladani tokohnya bukan pada bacaan tetapi pemahaman yang benar dan mengambil ibroh dari kisah yang terdapat dalam manaqib”kyai dulhalim terdiam kemudian menunduk, para hadirin pun jadi hening hanya suara cicak yang berkejaran di dinding dan suara jangkrik di kebun sebelah menambah rasa hening.
[1] Wak Kaji : Panggilan untuk orang yang sudah menunaikan ibadah haji
[2] Mangga mlebet : Silahkan masuk ( bahasa cirebon halus )
[3] Mboten usah : Tidak usah
[4] Ba’da isya : setelah sholat isya
[5] Ta’diman : Penghormatan
[6] Punten kyai : maaf kyai
[7] Betul kyai, manaqib inikan dari syekh abdul qodir jailani yang masyhur denagan karomahnya yang banyak