Namun santri, yang dijuluki sebagai kaum sarungan tur kopiahan dan dianggap memiliki harapan besar dalam memimpin negeri ini secara arif dan bijaksana serta diharapkan mampu menjadi seorang pemimpin di masa depan (the future leaders), memiliki pandangan berbeda mengenai apa itu teknologi dan bagaimana memanfaatkan teknologi, karena mindset yang dibangun oleh para kyai-kyai dahulu bahwa teknologi itu tidak ada manfaatnya tapi banyak mudaratnya. Landasan itulah yang mendorong Majelis Al Muwasholah baina al Ulama il Muslimin bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi serta beberapa instansi negeri maupun swasta lain untuk meluruskan pemahaman tersebut. Saatnya santri merubah pola pikirnya dengan memanfaatkan teknologi sebagai media pembelajaran serta dakwah, seperti halnya komputer sebagai teknologi pemikat manusia. Dengan komputer kita dapat membuat apapun dan mencari apapun di dunia ini dalam hitungan menit bahkan detik.