Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Cerita Bodoh

3 Oktober 2013   11:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:04 128 0
Bodoh adalah kata yang paling kuhindari dalam kamusku. Itu karena orangtuaku selalu bilang sesuatu yang tidak enak didengar tentang ‘bodoh’. Selama aku dibesarkan, mereka selalu berkata" jangan bodoh", " jangan jadi bodoh karena tidak ada tempat didunia ini untuk  orang bodoh". Setiap kali aku melakukan kesalahan, mereka akan bilang ‘ itu hal bodoh untuk dilakukan.’ Atau ‘Tidak seharusnya kamu melakukan hal bodoh begini’ dan seterusnya.

Dampaknya, aku jadi fobia dengan kata ‘bodoh’. Bodoh-o-phobia.

Sejak saat itulah aku menghindari segala sesuatu yang bisa menyebabkanku disebut bodoh. Aku belajar keras dan menjauhi segala perilaku bodoh yang sudah dibuatkan lima jilid daftarnya oleh orangtuaku. Sejak SD kelas 2 sampai selesai SMA, aku selalu jadi peringkat pertama dengan nama yang selalu terpampang di urutan 1 pada kertas pengumuman hasil ujian. Juga menjadi anak kesayangan orangtuaku karena dianggap anak paling patuh dan berbakti.

Keadaaan yang sebenarnya, tidak.

Aku sudah bilang, sebenarnya aku cuma muak dengan kata ‘bodoh’ yang kerap mereka ucapkan. Aku melakukan semua ini hanya karena tidak ingin mendengar kata itu diucapkan didepanku lagi. Itu saja.

Tapi sebagai hasilnya, duniaku sepi. Demi jauh dari kata bodoh, aku menyegel diriku dari yang sedang terjadi diluar. Yang menemaniku hanya buku-buku yang menumpuk di meja belajar dan kasurku. Aku tidak punya teman untuk ber-sms, bergosip, atau sekedar jalan-jalan ke mal karena orantuaku bilang itu hal bodoh. Anak-anak sebayaku selalu berkata aku membosankan hanya karena aku bilang buang-buang waktu dengan hura-hura seperti mereka itu bodoh. Bersenang-senang ala remaja itu bodoh. Bahkan adik-adikku juga tidak dekat denganku karena katanya, aku ini adalah jelmaan gabungan orangtua kami. Aku hanya akan mengatai mereka bodoh jika melakukan sesuatu yang menyenangkan didepanku, misalnya bermain. Jangan tanya soal pacaran, karena orangtuaku akan menunjuk gambar orang pacaran dan berkata ‘ini bodoh’ serta pengaruh akibat-akibatnya berbaris di belakangnya. Saking seringnya kudengar, kata-kata orang mengenai diriku bahkan bisa kuhapalkan semua, mulai dari freak yang kedengaran keren, sampai ajaibyang sepertinya agak hiperbola. Hanya saja aku membunuh diriku supaya tidak mendengarkan semua itu dan fokus dengan kata ‘bodoh’.

Masa bodoh.

Kata orangtuaku, mereka yang menganggapku begitulah yang bodoh. Harus kuakui, aku suka ‘bodoh’ yang satu ini.

Sejujurnya semua tentang ‘bodoh’ ini membuat penampilanku jadi tidak bagus, karena mataku jadi cekung dan sayu, dengan lingkaran hitam dibawahnya. Kulitku juga jadi agak kasar. Tapi sejak orangtuaku bilang, mengkhawatirkan kulit dan kecantikan seperti para pemuja majalah itu bodoh, aku berhenti memikirkannya. Termasuk berhenti memikirkan bahwa akan ada orang yang tertarik padaku, seperti yang selalu jadi topik bahasan remaja seusiaku.

***

“Ren,”

“Hm?” aku menyahut.

Tama, satu-satunya teman dekatku, mengusap wajahnya yang tampak frustasi sambil menghela nafas panjang. Seperti orang yang ketahuan ibunya kalau nilai ujiannya jelek.

“Rena, gue tahu kalo menurut lo ini bodoh banget. Tapi masalahnya gue sayang sama lo."

Ia memejamkan matanya sebentar sambil menunduk, seperti sedang membaca suatu mantera, lalu mengangkat kepalanya dengan cepat.

"Bodoh nggak Ren, kalo gue mau lo jadi pacar gue?”

Aku terkejut mendengarnya. Seratus persen terkejut hingga tidak tahu harus bicara apa untuk menyahutinya lagi.

Suasana tiba-tiba jadi hening. Aku diam. Dia diam. Yang kami lakukan cuma saling bertatapan satu sama lain, seperti mencari sesuatu dalam bola mata yang ditatap.

Ah.

Ini bodoh.

Tapi sepertinya, jadi bodoh sesekali selama hidup juga perlu, deh.

***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun