Merasa lebih hebat dan lebih gaul dariku, Iwin selalu menyombongkan diri bahwa ia pernah nonton film di bioskop beberapa kali; udara AC yang membuatnya harus bolak-balik ke kamar kecil dan kencing lebih lama, layar bioskop yang lebih besar daripada dinding kamar, bersandar di kursi busa yang lebih empuk daripada kasur sendiri, dan suara musik dan dialog film yang seperti mendengarkan raksasa bicara dari balik gunung. Karena aku tahu watak dan warna sisik melik Iwin, seolah-olah dengan menonton bioskop telah membuatnya naik kelas, aku sama sekali tak tergoda untuk menanggapinya. Pilihan terbaik menanggapi segala ocehan dan bualan Iwin adalah berpura-pura mendengarkannya.Â
KEMBALI KE ARTIKEL