Ardi, suaminya, selalu berkata cinta. Kata-kata manis terucap begitu mudah, tapi di balik itu semua, ada luka yang tak pernah sembuh. Sari ingat saat pertama kali Ardi selingkuh. Hatinya seperti diremukkan berkeping-keping. Tapi Sari memaafkan. Ia selalu memaafkan, berharap cinta itu akan kembali utuh seperti semula. Nyatanya, kesalahan demi kesalahan berulang.
Ardi minta maaf. Lagi dan lagi. Sari bertahan. Lagi dan lagi.
Namun suatu hari, ketika Sari berada di sebuah kedai kopi, ia bertemu Danu. Seseorang yang begitu berbeda dari Ardi. Danu tidak berbicara tentang cinta dengan kata-kata manis. Ia berbicara dengan tindakan sederhana. Menanyakan kabar, mendengarkan cerita Sari tanpa memotong, dan yang paling penting, Danu membuat Sari merasa dihargai.
Sari tahu ia mulai goyah. Namun, di sisi lain, ia masih terjebak dalam janji dan kenangan bersama Ardi. Setiap kali Ardi melukai hatinya, Danu muncul di pikirannya, seperti tempat berlindung yang nyaman. Sari mulai meragukan pilihannya bertahan selama ini. Cinta yang ia pegang erat mulai terasa rapuh, seperti pasir yang berusaha ia genggam tapi terus mengalir keluar dari sela-sela jari.
Pada akhirnya, ketika perselingkuhan Ardi yang kesekian kali terungkap, Sari mengambil keputusan. Ia meninggalkan Ardi dan memilih Danu. Danu adalah awal yang baru, cinta yang menawarkan ketenangan dan kejujuran. Semua yang dulu ia perjuangkan bersama Ardi terasa sia-sia. Luka itu terlalu dalam untuk sembuh, dan bersama Danu, Sari merasa lebih bebas.
Namun, kehidupan selalu punya cara sendiri untuk mengejutkan kita. Beberapa bulan setelah Sari memilih Danu, kabar datang: Ardi kecelakaan. Sari mendengar kabar itu tanpa ekspresi, seolah hatinya sudah lama mati untuk Ardi. Ia tidak ingin datang ke pemakamannya, tapi entah mengapa kakinya melangkah ke sana.
Di pemakaman, di tengah derai hujan dan tangis keluarga, Sari berdiri di kejauhan. Ia menatap nisan Ardi, lalu kenangan-kenangan itu kembali. Tiba-tiba, semua yang ia rasakan selama bertahun-tahun bersama Ardi datang menghantamnya. Ya, Ardi memang menyakitinya, berkali-kali. Tapi di balik semua itu, ia pernah mencintai Ardi dengan tulus. Cinta yang kini hanya tersisa bayangan samar.
Saat itulah Sari sadar, cinta yang ia pegang erat selama ini telah hilang. Bukan karena Danu, bukan karena Ardi. Tapi karena waktu yang merenggutnya perlahan-lahan, hingga tak tersisa apa-apa. Hanya penyesalan.
Danu menjemput Sari setelah upacara selesai. Di dalam mobil, Sari menatap keluar jendela. Hujan terus turun, menyisakan jejak air di kaca. Dalam keheningan itu, Sari berbisik pada dirinya sendiri, "Cinta yang hilang, takkan kembali, ya?"
Danu menggenggam tangan Sari tanpa kata-kata, seolah tahu bahwa ada sesuatu yang hilang dari hati Sari---sesuatu yang tidak bisa ia gantikan.
Dan Sari hanya bisa tersenyum pahit. "Selamat tinggal, Ardi," gumamnya dalam hati, meski ia tahu, Ardi takkan pernah mendengarnya.