Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Sekolah Gratis Saja Tidak Cukup

5 November 2012   08:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:57 363 0
Perhatian pemerintah terhadap dunia pendidikan semakin hari sepertinya semakin meningkat. Hal ini bisa kita lihat dengan naiknya alokasi APBN untuk pendidikan sebesar 20 %. Tentunya berita gembira ini sedikit mengobati kesedihan para orangtua murid yang kurang mampu untuk menyekolahkan anaknya. Alokasi dana tersebut terealisasi dalam beberapa bentuk program pendidikan. Salah satunya adalah sertifikasi guru dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah program pemerintah yang pada dasarnya untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Menurut PP 48 Tahun 2008 tentang Pendaaan Pendidikan, biaya nonpersonalia adalah biaya untuk bahan atau peralatan pendidikan habis pakai.

Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu. Sedangkan secara khusus program BOS bertujuan untuk pertama membebaskan pungutan bagi seluruh siswa SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SMPT (Terbuka) negeri terhadap biaya operasi sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI). Sumbangan/pungutan bagi sekolah RSBI dan SBI harus tetap mempertimbangkan fungsi pendidikan sebagai kegiatan nirlaba, sehingga sumbangan/pungutan tidak boleh berlebih; Kedua membebaskan pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta; dan Ketiga meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta.

Melihat tujuan program BOS diatas, sangat memungkinkan bagi warga kurang mampu untuk sekolah secara gratis. Namun, apakah program tersebut dapat efektif menekan jumlah anak putus sekolah karena kekurangan biaya. Nyatanya kita lihat masih banyak warga miskin di Indonesia yang belum bisa menikmati pendidikan. Data tahun 2009 dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menunjukkan bahwa jumlah anak putus sekolah SD rata-rata 600.000 hingga 700.000 siswa per tahun. Sementara itu, jumlah anak putus sekolah SMP rata-rata 150.000 sampai 200.000 orang siswa setiap tahun. Hal ini yang menyebabkan semakin turunnya (EDI) Indonesia, yakni peringkat ke-69 dari 127 negara. Seperti diketahui, data terakhir badan PBB yang membawahi pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan (UNESCO) tentang indeks pembangunan pendidikan atau education development index (EDI) menunjukkan, Indonesia berada di posisi ke-69 dari 127 negara. Indeks yang dikeluarkan pada 2011 ini jauh menurun dari tahun sebelumnya, dan lebih rendah dibandingkan Brunei Darussalam (34), serta terpaut empat peringkat dari Malaysia (65).

Uniknya, sebagian besar alasan anak putus sekolah karena mereka harus bekerja untuk menambah penghasilan keluarga. Tekanan ekonomi yang semakin tinggi memaksa mereka untuk ikut membantu mengurangi beban keluarga. Ini seharusnya yang menjadi perhatian. Ternyata sekolah gratis saja tak cukup untuk mengurangi anak putus sekolah. Maka perlu ada sinergi antar sektor untuk memecahkan masalah ini. Peningkatan kesejahteraan masyarakat sepertinya sangat membantu anak putus sekolah untuk kembali lagi ke sekolah. Bukan hanya sektor pendidikan saja yang bertanggung jawab menangani anak putus sekolah, sektor lain seperti ekonomi, penyediaan lapangan kerja bahkan kesehatan harus ikut berkontribusi memberikan solusi dan tindakan nyata menghadapi rendahnya pendidikan di Indonesia.

Pendidikan adalah cikal bakal membangun sebuah peradaban. Pendidikan yang baik akan menghasilkan peradaban yang baik. Maka jika ingin Indonesia beradab maka jangan lupakan pendidikan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun