Pocut Meurah Intan namanya. Pejuang Aceh yang dikenal dengan julukan si Singa Betina. Ia ditangkap di Aceh, kemudian dibuang ke Blora. Sampai akhirnya, Pocut Meurah Intan meninggal dan dimakamkan di sana.
Kondisinya sungguh memprihatinkan. Jenazah Pocut Meurah Intan hanya dimakamkan di tempat pemakaman umum desa kecil bernama Temurejo.
Di bawah pohon Duwet yang rindang, ia bersemayam di sana. Rumput liar dan dedaunan kering kerap menutupi pusaranya. Puluhan tahun tk ada yang tahu, bahwa dia adalah sosok pejuang besar yang sangat berjasa bagi kemerdekaan Indonesia.
Tapi Pocut Meurah Intan kini bisa bahagia di sana. 10 November kemarin, tepat dengan peringatan Hari Pahlawan, namanya kembali harum semerbak. Adalah Ganjar Pranowo, yang menjadikan nama Pocut Meurah Intan dikenal di seluruh nusantara.
Lewat aksinya ziarah dan bersih-bersih makam, nama Pocut Meurah Intan jadi terkenal. Ia juga menggelar upacara Hari Pahlawan di dekat makam. Pidato yang disampaikan juga tentang kisah perjuangan Pocut Meurah Intan. Suaranya menggebu, membuat semua orang terharu.
Di media sosial maupun media mainstream, kabar tentang pejuang asal Aceh yang dimakamkan di Blora itu kembali menggema. Ganjar bahkan siap membangun makam Pocut menjadi lebih baik. Dan siap mengusulkan namanya menjadi pahlawan nasional bersama mahasiswa dan masyarakat Aceh yang tinggal di Jawa Tengah.
Respon warga Aceh pada aksi Ganjar Pranowo itu tentu semua sama. Mereka mengapresiasi dan memberikan hormat pada Ganjar, atas kepedulian dan perhatiannya pada pejuang mereka yang ada di Blora. Ada yang mengapresiasi di media sosial, ada juga yang menyatakan secara langsung pada Ganjar.
Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman misalnya. Dirinya yang ketemu Ganjar, menyampaikan secara langsung ucapan terimakasih dari masyarakat Aceh. Mereka terharu, dan siap membantu Ganjar mewujudkan cita-cita pengusulan gelar pahlawan nasional pada Pocut Meurah Intan itu.
Apa yang dilakukan Ganjar kali ini memang pantas diapresiasi. Tak hanya soal penghormatan pada jasa pahlawan, Ganjar memberikan pesan penting, bagaimana laku hidup sebagai anak bangsa. Dimakamkan di manapun, pahlawan harus tetap dihormati. Makamnya harus tetap dijaga agar tak terlantar. Apalagi sampai hilang atau tak dikenali.
Banyak pahlawan kita yang jasadnya dimakamkan bukan di tanah kelahirannya. Pocut Meurah Intan hanyalah salah satu contoh saja. Cut Nyak Dien, pahlawan Aceh lainnya juga dimakamkan bukan di Tanah Rencong. Melainkan di Sumedang. Pangeran Diponegoro, meninggal dan dimakamkan di Makassar. Bahkan Syekh Yusuf, pahlawan asal Goa Sulawesi Selatan dimakamkan di Afrika Selatan.
Kepahlawanan tidak mengenal suku, agama, ras dan golongan. Meski bukan orang Aceh, masyarakat Blora harus merawat makam Pocut Meurah Intan. Pun dengan masyarakat Sumedang yang harus menjaga makam Cut Nyak Dien. Masyarakat Makassar yang bertanggungjawab pada makam Pangeran Diponegoro, atau masyarakat kita di Afrika Selatan yang harus menjaga makam Syekh Yusuf.
Masih banyak makam para pejuang yang tak terawat di luaran sana. Tak hanya yang di pemakaman kecil, pahlawan yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan juga banyak yang dibiarkan kumuh. Rumput liar tumbuh tinggi. Batu nisan rusak hingga tak dikenali.
Aksi Ganjar pada makam Pocut Meurah Intan ini, bisa menjadi momentum bagi negara melakukan evaluasi. Negara harus mengambil peran, dalam upaya menghormati jasa-jasa para pahlawan. Tak boleh lagi, ada makam pahlawan yang diterlantarkan.
Seberapapun besar biaya yang dikeluarkan untuk perawatan. Tak sebanding dengan darah, tulang dan duka lara mereka saat berjuang. Merdeka!