Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Melanjutkan Tradisi Nenek Moyang

23 September 2012   05:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:53 974 7

“Nenek Moyangku Seorang Pelaut” begitulah sepenggal lagu berjudul Pelaut ciptaan Ibu Sud ditahun 1940. Bagi bangsa Melayu tradisi “melaut” sudah lama dikenal. Hingga saat ini melaut masih menjadi pekerjaan yang menjanjikan.

Sekalipun sama-sama melaut, saat ini Nelayan tidak bisa di sebut Pelaut, karena pelaut mempunyai kualifikasi keahlian dan ketrampilan untuk suatu jabatan diatas kapal serta di sijilkan didalam Buku Pelaut.

Untuk menjadi nelayan tidaklah sulit, cukup memiliki perahu. Perahu nelayan ini dibagi dua (1) Perahu Tanpa Motor dan (2) Motor Tempel yang biasa di sini (bintan) disebut Pompong. Kemudian jaring. Mengenai Izin menangkap Ikan? Menurut para nelayan yang kami jumpai mereka tidak melakukannya. “ kalau kita kan cari ikannya dekat-dekat aja, jadi tak perlu izin-izin, kalau kapal ikan besar iya lah” tuturnya.

Biaya pembelian satu buah perahu dengan Motor Tempel seharga Rp 9,5 juta. Satu buah perahu dikerjakan dalam waktu rata-rata 1 bulan, tergantung material dan pekerja. Kayu yang banyak digunakan adalah jenis kayu Meranti dan kayu Seraya. Dengan jumlah pekerja rata-rata 2 orang.

#Siap Melaut#

Hasil yang didapat dari melaut ini bervariasi alias tidak tetap, kadang banyak, tidak jarang pula hanya seadanya. Masih menurut nelayan yang kami wawancarai mengenai pendapatan terbesarnya “pernah sekali penjualan ikan hasil tangkapan saya Rp 2juta ”, “pernah juga hanya dapat makan untuk sekeluarga”. Kalau lagi nasib baik, sering dapat ikan-ikan karang yang harganya mahal.

Untuk menjual hasil tangkapan, mereka bisa ke pasar-pasar ikan, pengepul untuk di ekspor atau langsung jual ke rumah makan, orang sini (bintan) menyebutnya kélong. Umumnya mereka sudah punya langganan yang memesan jenis ikan-ikan tertentu, sepeti Kakap, Kerapu, dan Baronang.

Sekalipun Melaut sudah menjadi tradisi turun temurun warga sini (pulau bintan) namun menjadi nelayan bukanlah pekerjaan yang diminati, disamping hasil yang tidak tetap, kuliah dan iming-iming bekerja di kantor juga menjadi faktor tergerusnya meneruskan tradisi nenek moyang.

Semua foto diolah menggunakan efek HDR, agar tampak lebih enak dilihat (eye catching) dengan program Dynamic Photo HDR.

---Kampretos dalam Weekly Photo Challenge (WPC 22) Olah Digital---

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun