Masjid adalah tempat tamasya yang paling indah, dimana meditasi, relaksasi bisa didapat dengan sangat mudah manakala hati, fikiran dan tubuh sudah sampai pada tahap Khusyuk. Berinteraksi dengan sang Maha Pencipta dalam komunikasi 1 arah lewat Do’a-doa yang akan dijawab bila waktunya tiba.
Keterkaitan ini bukanlah datang tiba-tiba, kecuali memang dipilih lewat sebuah Hidayah. Ayah saya seorang penceramah. Setiap kali dapat undangan mengisi acara saya selalu turut serta, senang bisa bersamanya, mendengarkan nasehat-nasehatnya, dari sana pula terkadang saya bisa memahami cara dia mendidik anak-anaknya, kerasnya, disiplinnya apalagi menyangkut Ibadah, Wow dia bisa ngomel seharian. Sungguh sebuah masa yang tak mungkin terlupa.
Kini anak saya hampir 3. Tugas saya adalah melanjutkan pembelajaran ini kepada para buah hati tercinta, mengajak mereka turut serta manakala dipanggil mengisi acara, siap atau tidak bukanlah masalah yang terpenting tampil kedepan dan berkarya. Kalau untuk urusan yang Lima waktu (sholat.pen) sudah pasti mereka selalu dibawa.
Ala bisa karena biasa, tidak ada yang terjadi secara tiba-tiba, semua butuh proses yang panjang dan lama, butuh kesabaran tentunya, untuk bisa menikmati hasilnya.
Menjadikan mereka mencintai Masjid dan Mushollah haruslah dimulai dari kita, tuntun hingga mereka dewasa, Setelah mereka bisa berfikir benar salah, saat itulah kita bisa melihat hasilnya, menikmati jerih payah kesenangan bersama mereka, itulah bekal jariyah yang tiada putusnya.
Banyak anak banyak rezeki, sebuah motivasi bagi pasangan suami istri, jangan takut tidak cukup untuk menghidupi, kita percaya semua makhluk sudah dibekali rezeki sendiri-sendiri. Tapi kalau mengatur jarak kelahirannya itu baru strategi. Semua itu akan jadi ladang pahala jariyah di kehidupan setelah ini.
Prinsip kami adalah memperkuat Aqidahnya semenjak dini, agar lebih lekat di memori, hingga suatu saat mereka menjadikan Masjid adalah tempat yang paling aman untuk dicari, sekedar menyendiri ataupun konsultasi. Itu yang pernah saya alami.