19 April 2014 02:08Diperbarui: 23 Juni 2015 23:30354567
Sistem pemerintahan Indonesia adalah presidensial, bukan parlementer. "Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat" (Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 7C). Sebaliknya, DPR tidak bisa menjatuhkan presiden, karena presiden dipilih langsung oleh rakyat lewat pemilihan langsung presiden dan wakil presiden.Untuk dapat mengajukan calon presiden dan wakil presiden satu atau beberapa partai politik harus memiliki 20 persen kursi di DPR atau 25 suara sah dalam pemilu legislatif.Sejauh ini, berdasarkan perolehan suara hasil perhitungan cepat, tidak satu pun partai politik dapat mengajukan sendiri calon presiden-wakil presiden. PDI-Perjuangan, yang meraup suara terbanyak sekalipun, harus merangkul partai lain agar bisa mencalonkan jagonya yang digadang-gadang, yakni Joko Widodo. Koalisikah itu namanya? Bukan. Itu sebatas kerja sama untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden agar memperoleh tiket untuk berlaga dalam pilpres.Koalisi hanya dikenal dalam sistem pemerintahan parlementer. Pemerintahan yang berkuasa yang dipimpin perdana menteri hanya dapat membentuk dan menjalankan pemerintahan jika didukung oleh partai atau partai-partai yang memiliki kursi mayoritas di DPR. Jika ada partai anggota koalisi yang menarik diri sehingga kursi partai koalisi tidak lagi mayoritas, maka pemerintahan bakal jatuh.Berkoalisi tidak gratisan. Partai yang tidak lagi mendukung pemerintah otomatis akan menarik wakilnya di kabinet.Praktik di Indonesia agak ribet. Meskipun sistem pemerintahan yang dianut bukan parlementer tetapi selalu terjadi praktik "koalisi".Sekarang pun, belum ada apa-apa, belum ada calon presiden sekalipun, perbincangan tentang koalisi sangat ramai. Ada koalisi poros tengah, koalisi Indonesia raya, dan beragam manuveri lainnya. "Koalisi" sekarang ini tampaknya baru sebatas untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden.Katakanlah ada tiga kelompok "koalisi" yang bakal mengusung pasangan calon presiden-wakil presiden. Masing-masing kubu memiliki visi-misi, ideologi, dan program yang berbeda. Satu di antara "koalisi" memenangi pemilihan presiden. Hampir bisa dipastikan, yang memenagi pertarungan pilpres tidak memperoleh dukungan mayoritas di DPR. Dalam logika yang berlaku sekarang, presiden terpilih harus merangkul beberapa partai lagi agar memiliki dukungan mayoritas di DPR. Partai-partai yang mendukung sejak awal (sebelum pilpres) dan yang belakangan (setelah pilpres) dapat posisi menteri. Begitulah praktik "koalisi" di Indonesia.Logika politik di sini, pemerintahan akan lebih kuat jika koalisi semakin banyak dukungan kursi di DPR. Pandangan itu tercermin dari gagasan koalisi Indonesia Raya. Alasannya, Indonesia sangat heterogen: ada kelompok nasionalis, agamis, kelompok tengah. Jadi semua harus dirangkul untuk menghadirkan pemerintahan yang kuat.Di situlah letak sesat pikirnya. Kurang apa lagi pengalaman pemerintahan sekarang yang didukung oleh berbagai spektrum kekuatan politik. Kurang kuat bagaimana lagi pemerintahan presiden SBY yang didukung enam partai dengan kekuatan 75,2 persen kursi di DPR.
Jixie mencari berita yang dekat dengan preferensi dan pilihan Anda. Kumpulan berita tersebut disajikan sebagai berita pilihan yang lebih sesuai dengan minat Anda.