Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Cabut Dikejar Satpam

16 September 2024   18:43 Diperbarui: 22 September 2024   16:25 43 0
*Cabut Dikejar Satpam*

Hari itu, Dika merasa terjebak dalam rutinitas sekolah yang membosankan. Suasana kelas yang monoton, tumpukan tugas yang menumpuk, dan guru yang terus mengulang pelajaran membuatnya merasa seolah hidup dalam penjara. Saat bel istirahat berbunyi, dia merasakan gelora dalam dirinya. Kebebasan luar sana memanggilnya.

Dengan tekad yang membara, Dika melangkah keluar dari kelas. Dia tahu ada pagar rendah di belakang sekolah yang bisa dilompati. Saat mendekati pagar, jantungnya berdegup kencang. “Akhirnya, saatnya untuk bebas,” bisiknya, meski hatinya bergetar.

Dika mengumpulkan semua keberaniannya. Dia melompat, tetapi saat kakinya menyentuh pagar, dia kehilangan keseimbangan. “Awas!” teriaknya dalam hati, merasakan tubuhnya terhuyung. Dalam momen yang terasa lambat, dia meraih tepi pagar, berusaha menstabilkan diri. Namun, sebatang besi tajam menyenggol lengannya, menggigit kulitnya hingga mengeluarkan darah.

“Ahh!” Dika mengerang pelan, rasa sakit menjalar, tetapi tidak ada waktu untuk merasa lemah. Dengan satu lompatan terakhir, dia berhasil melompati pagar, mendarat di tanah dengan sedikit terhuyung.

Saat berbalik, dia melihat bayangan Pak Rudi, satpam sekolah, muncul di belakang pagar. “Dika! Berhenti!” teriaknya dengan suara menggelegar. Ketakutan menyelimuti Dika, dan adrenalinnya memacu untuk berlari lebih cepat.

“Buru-buru!” teriak Dika pada dirinya sendiri, melesat menuju taman kota yang berdekatan. Suara langkah Pak Rudi semakin mendekat, menambah rasa takut yang menghimpit dirinya. “Aku tidak bisa tertangkap!” teriaknya dalam hati.

“Dia tidak akan bisa lari dari saya!” teriak Pak Rudi, suaranya menggema di antara pepohonan. Dika merasakan keringat dingin mengalir di pelipisnya, suara Pak Rudi seperti halilintar yang mengancam.

Dalam keputusasaan, Dika melihat sebuah gudang kosong di sudut jalan. Tanpa berpikir panjang, dia berlari masuk dan bersembunyi di balik tumpukan barang. Dia menahan napas, mencoba menenangkan detak jantungnya yang menderu, telinganya mendengar suara langkah mendekat.

Pak Rudi tiba di dekat gudang, suaranya penuh amarah. “Dika! Keluar sekarang! Jangan buat saya mencarimu sampai ke ujung dunia!” Suaranya menggema, menciptakan ketegangan yang menusuk.

Setiap detik yang berlalu terasa seperti jam. Dika berdoa dalam hati, “Semoga dia pergi.” Namun, Pak Rudi terus memeriksa dengan ketelitian yang menakutkan. “Kalau saya menemukannya, kamu akan menyesal!” ancamnya, suaranya penuh dengan nada yang menakutkan.

Setelah beberapa menit yang terasa seperti selamanya, Pak Rudi akhirnya pergi, mengira Dika sudah melarikan diri lebih jauh. Dika menghela napas lega, tetapi rasa bersalah dan ketakutan tetap menghantuinya. “Huff... selamat,” gumamnya, meski keringat dingin masih mengalir di punggungnya.

Dengan hati-hati, Dika keluar dari tempat persembunyiannya dan kembali ke sekolah. Dia merasakan campuran lega dan malu. Saat melihat Pak Rudi berbicara dengan beberapa guru, rasa takut kembali menyergapnya.

“Dika!” panggil Pak Rudi dengan suara tegas, membuat jantungnya berdegup kencang. “Ke sini sekarang!”

Dika melangkah ragu-ragu, hati berdebar. “Pak, saya...”

Di hadapan kepala sekolah, Dika menundukkan kepala. “Saya minta maaf, Pak. Saya hanya ingin sedikit kebebasan.”

Kepala sekolah menggelengkan kepala, tampak kecewa. “Dika, melarikan diri bukanlah solusi. Kenapa kamu tidak berbicara dengan kami tentang masalahmu?”

“Karena saya merasa semuanya terlalu berat dan tidak ada yang mengerti saya,” jawab Dika, suaranya bergetar.

“Tidak ada alasan untuk lari, Dika!” Pak Rudi menyela, suaranya menggema dengan kemarahan. “Jika kamu ingin menghargai dirimu, jangan sekali lagi berani melakukan hal konyol ini. Saya tidak akan mentolerirnya!”

Dika merasa seolah dipojokkan, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. “Saya berjanji tidak akan mengulangi lagi, Pak,” ucapnya, berusaha menahan tangis.

“Baiklah, tetapi ingat, setiap tindakan ada konsekuensinya,” kata kepala sekolah, menatap Dika dalam-dalam, seolah ingin membacanya.

Setelah keluar dari ruang kepala sekolah, Dika berpapasan dengan Pak Rudi. “Kamu beruntung kali ini, Dika. Jangan pikir kamu bisa lolos begitu saja. Jika saya melihatmu melanggar lagi, kamu akan merasakannya!” ujarnya, nada suaranya menakutkan.

Sejak hari itu, Dika bertekad untuk tidak lagi menghindari tanggung jawab. Pengalaman dikejar satpam dan bersembunyi di gudang kosong menjadi pelajaran berharga. Dia mulai berusaha lebih keras dalam belajar dan tidak lagi merasakan keinginan untuk melarikan diri.

Ketika teman-temannya bertanya tentang pengalamannya, Dika hanya tersenyum, tetapi ada kedalaman dalam tatapannya. “Kebebasan sejati bukanlah melarikan diri dari masalah, tetapi menghadapi kenyataan dan berjuang untuk mengatasinya,” ucapnya, menatap jauh ke depan, seolah sudah siap menghadapi apa pun yang akan datang.

Dengan semangat baru, Dika berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak lagi membiarkan ketakutan menguasainya, dan siap menghadapi tantangan hidup yang akan datang.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun