Namanya samudra, sama seperti kesan pertama saat aku pertama kali menatap kedasar matanya yang dalam. Samudra tak hanya mengenai lautan biru yag menghampar luas sejauh mata memandangnya, namun samudra-ku adalah sosok pria yang aku cintai melebihi kecintaanku pada birunya lautan. Samudra adalah kekasih, sekaligus belahan jiwaku. Kami dipertemukan dalam sebuah misi penyelamatan ketika kota Padang (sum-bar) diterpa gempa. Saat itu, aku sebagai salah satu mahasiswa farmasi turut andil dalam aksi tersebut, dan samudra adalah seorang mahasiswa yang juga ternyata salah satu dari keluarga korban yang saat itu aku tangani. Perkenalan yang singkat, namun menyisakan bias-bias cinta dihatiku, hingga ketika setahun kemudian, tuhan mempertemukan kami kembali, Samudra menyatakan perasaannya padaku, dan aku yang masih mendambanya tak kuasa untuk menyatakan kata “tidak” baginya yang hingga saat ini adalah satu-satunya cinta dalam hidupku.