Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Kisah Kecil di KTT NonBlok 1992

2 Januari 2013   10:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:37 678 0

Ada sempilan kisah menarik pada tahun 1992, tepatnya 1 – 6 September. Saat itu, di Indonesia sedang diadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Gerakan Non Blok (GNB) yang diikuti oleh 64 negara. Beberapa gadis muda diberi tugas ringan tapi nyatanya membikin mereka cukup kelelahan.

Selama satu minggu itu di setiap pagi, beberapa gadis muda itu menerima kiriman puluhan media massa. Tak hanya dari ibu kota saja, melainkan dari berbagai daerah di Indonesia. Semua media massa ingin rampil. Tugas gadis belia itu adalah menyeleksi media massa yang masuk dan menguntingi lalu ditempelkan pada sebuah kertas. Klipping, ya klipping.

Bisa dibayangkan, puluhan kertas harus diseleksi dan diguntingi dalam waktu kurang lebih satu jam. Klipping itu lalu disuguhkan kepada yang mulia Presdien Soeharto sebagai sarapannya. Klipping itu lalu difotokopi. Maka dua jilid yang suguhkan kepada Tuan Presiden, satu Klipping Asli, lainnya fotokopian. Salah satu gadis asal Yogyakarta bertutur, “Kenapa tidak semua diberikan pada Bapak Presiden, dan biarkan ia memilih Koran mana dan berita yang ingin ia baca?”

Namun, pertanyaan itu dikeluarkan gadis itu duapuluh satu tahun kemudian. Tentu tak aka nada yang menjawab. Kalau toh dijawab dengan sederhana, maka jawabannya adalah “Karena Bapak Presiden tidak memiliki banyak waktu untuk menyeleksi.” Jawaban itu akan terbentuk pada pernyataan yang ia keluarkan berikutnya, “Pak Harto orangnya baik. Ia ingin sekali membaca semua media massa yang masuk, tapi bawahannya yang tidak memperbolehkannya dengan berbagai alasan. Seolah-olah hidupnya sudah diskenario oleh bawahannya.” Tatapan gadis muda yang kini memiliki dua orang anak itu menerawang jauh.

Tugas klipping yang dibebankan kepada beberapa gadis muda itu adalah mengarsipkan berita-berita yang dapat menyenengkan hati Presiden Soeharto. Misalnya seperti Tuan Presiden meresmikan sebuah pembangunan di suatu daerah. Ya, hanya yang menyenangkan saja. Bawahan Tuan Presiden tidak menginginkan adanya berita buruk atau tak menyenangkan terhidang di meja baca Tuan Presiden. Suatu hal yang berkebalikan.

Dalam hati saya berharap ia juga turut menyimpan klipping itu. Lalu ketika saya bertanya pada klipping itu masih ada? Ia menjawab, “Tidak tahu, Mas. Mungkin sudah hilang. Mereka tidak punya kesadaran untuk menyimpannya. Lagipula itu tidak akan berguna buat saat ini. Semua berita tentang kebaikannya.”

Cerita lalu beranjak pada tugas lainnya, yaitu mendampingi delegasi dari berbagai negara. “Dulu seleksinya sangat ketat. Yang masuk dalam kepanitian itu harus bias minimal 2 bahasa,” Kenangnya. Tentu saja ia sangat senang dapat lolos dalam kepanitiaan itu. Ia bercerita, bahwa masing-masing kepala negara dari berbagai negara bias mendapatkan pendamping 3 – 5 pendamping. “Bayangkan saja, jika seorang presiden memiliki istri lebih dari 1. Seperti presiden Iran misalnya, ia memiliki 4 istri dan masing-masing membawa anaknya.” Lalu kami tertawa bersama dan meminum teh yang sebentar lagi dingin.

Ia kembali bercerita tentang kebaikan-kebaikan Tuan Presiden Soeharto yang termuat dalam berita-berita tersebut. Tapi, sayang, dalam hal ini saya banyak bertolak belakang dengan Ibu Tituk Romadlona Fauziyah, Gadis belia itu, yang baru saja menerbitkan kumpulan cerpen “Rindu”.

Sumber Gambar: http://pucuk.wordpress.com/2012/06/04/koleksi-photo-presiden-soeharto-part-6/

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun