Kurikulum yang terus berubah-ubah justru mengubah kualitas pendidikan. Sistem pendidikan saat ini lebih berorientasi pada pembentukan tenaga kerja daripada, pengembangan kreativitas dan melatih kemampuan berpikir kritis. Perubahan pendidikan yang mengikuti perubahan politik menyebabkan sistem pendidikan menjadi tidak konsisten. Bahkan, pendidikan sering kali menjadi alat politik untuk mempertahankan kekuasaan.
Pendidikan saat ini terlihat lebih tunduk kepada kepentingan penguasa daripada masyarakat. Akibatnya, dunia pendidikan kehilangan daya kritisnya dan menjadi alat penindasan sistematis. Kurikulum yang ada tidak mencerminkan realitas ketertindasan masyarakat, melainkan lebih diarahkan untuk mendukung kapitalisme global.
Pendidikan di Indonesia berada di bawah pengaruh neoliberalisme, di mana otonomi pendidikan hanya membuka jalan bagi komersialisasi. Pendidikan tidak lagi menjadi hak semua orang, melainkan hanya dapat diakses oleh mereka yang memiliki kemampuan ekonomi. Sistem pendidikan yang liberal ini menekankan pada keterampilan teknis, tetapi sering mengabaikan nilai-nilai moral. Akibatnya, peserta didik menjadi "robot" yang terampil tetapi tidak memiliki kepekaan etis dan kesadaran moral.
Krisis pendidikan juga tercermin dalam praktik jual-beli nilai, gelar, dan ijazah. Minimnya perhatian pemerintah terhadap infrastruktur pendidikan semakin memperburuk keadaan, membuat pendidikan hanya menjadi mimpi bagi masyarakat miskin. Realitas ini menunjukkan bahwa pendidikan telah menjauh dari nilai-nilai dan filosofisnya.
Untuk mengatasi masalah ini, kita perlu kembali kepada nilai-nilai Pendidikan. berbasis kesadaran danpengetahuan yang harus mampu mengintegrasikan keinginan sistem modern dengan nilai-nilai pendidikan dan kemanusiaan. Pendidikan tidak hanya harus menyentuh aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotorik, sehingga dapat menciptakan individu yang cerdas, kreatif, dan beradab.