Kesan awal saya ketika membeli karcis, adalah harganya yang masih sangat murah Rp. 4.500 untuk dewasa dan RP. 3.500 untuk anak berusia 3-12 tahun. Seperti biasa, KB rangunan senantiasa penuh di hari minggu, penuh dengan pelancong dari berbagai tempat, khususnya rombongan wisata dari daerah. Sudut-sudut rangunan dipenuhi oleh wisatawan yang sedang rehat, menikmati kerimbunan pohon dan udara yang sejuk untuk ukuran Jakarta. Senang rasanya melihat suasana kebersamaan dari pengunjung yang sedang menikmati makan siangnya atau berkelompok melakukan satu aktivitas bersama.
Harus diakui bahwa KB Rangunan merupakan salah satu paru-paru ibukota yang bisa memberikan ketenangan dan kesejukan setelah melalui kemacetan untuk sampai ke rangunan. Sebagai salah satu tujuan utama wisata yang terjangkau, wajar akhirnya rangunan masih menjadi tujuan utama bagi berbagai kelompok masyarakat untuk berwisata. Sayup-sayup terdengar, ada rombongan asal Karawang yang baru pulang mengantar rombongan jemaah haji mampir juga ke Rangunan.
Saya melihat berbagai upaya telah dilakukan pengelola untuk meningkatkan kualitas dari KB Rangunan. Banyak petugas terlihat sibuk mengatur parkir dan membersihkan area KB. Namun sayang, upaya ini nampaknya tidak seimbang dengan arus wisatawan yang sangat banyak. Jarang sekali terlihat rerumputan hijau diberbagai sudut yang biasa digunakan untuk mengelar tikar pengunjung. Rumput jadi mudah rusak karena sering diinjak oleh pengunjung. Sampah masih bertebaran di beberapa tempat akibat ulah pengunjung yang tidak taat aturan.
Yang membuat saya prihatin, pengujung masih kerap memberikan makanan kepada hewan, meski telah dipasang larangan di berbagai tempat. Saya sempat melihat beruang madu berupaya untuk mengunyah botol plastik. Tentunya selain tidak enak dilihat, hal ini juga dapat menganggu kesehatan sang beruang kelak. Awalnya saya membayangkan, kehadiran petugas KB di setiap blok satwa, sebagaimana layaknya KB di berbagai tempat. Namun sayang, nampaknya hal ini tidak terlalu nampak di Rangunan, sehingga banyak hal bisa terjadi tanpa sepengetahuan petugas, yang mungkin dapat membahayakan satwa penghuni KB. Saya sempat melihat, salah seorang pengunjung dicakar oleh Owa Jawa karena berupaya memberi makanan dengan melewati pagar batas pengaman.
Saya juga prihatin, dengan bebasnya pengunjung untuk merokok di sembarang tempat, khususnya di dekat kandang binatang. Tentunya selain menganggu pengunjung lainnya, asap rokok akan sangat berbahaya bagi kesehatan satwa.
Mungkin, perlu kembali digalakan tenaga sukarelawan pencinta binatang untuk menjadi petugas yang bisa menjelaskan langsung koleksi hewan yang ada, atau memperingati pengunjung yang melanggar aturan.
Dari sisi koleksi, saya amati, KB Rangunan mempunyai jenis satwa yang tidak terlalu beragam untuk ukuran kebun binatang. Mungkin masih bisa dimengerti apabila hewan empat musim sulit untuk ditampilkan, namun koleksi hewan tropis, khususnya yang asli Indonesia pun relatif terbatas. Saya coba berasumsi, keberadaan Komodo yang relatif kecil mungkin untuk mengurangi jatah makanan yang membutuhkan biaya mahal. Namun, tentunya agak kurang pas, apabila Komodo di Taronga Zoo, Sydney jauh lebih besar dari yang ada di Rangunan.
Saya terus terang menikmati perjalanan mengelilingi KB Rangunan, setidaknya dapat berjalan santai dalam jarak yang lumayan. Namun, setiap mampir ke kandang hewan, selalu ada saja yang ingin dikomentari, khususnya dari sisi tampilan dan kenyamanan.
Saya mengerti bahwa untuk mengelola kebun binatang membutuhkan biaya besar, baik untuk pemeliharaan, penyediaan makanan, peningkatan kenyamanan dll, sehingga tidak heran apabila ada wacana untuk meningkatkan tarif masuk KB. Namun, saya mempunyai pandangan lain. Menurut saya, lebih baik KB Rangunan menjadi Kebun Raya, seperti Kebun Raya di Bogor, sehingga akan lebih pas untuk dijadikan arena berkumpul keluarga/kerabat. Kebun Binatang bisa dialihkan ke tempat yang lebih luas, yang memungkinkan satwa untuk hidup lebih layak, dan bisa menampung koleksi yang lebih banyak.
Menurut saya, saat ini, satwa di KB Rangunan hanya dijadikan daya tarik untuk mendatangkan pengunjung, meskipun dengan kualitas seadanya. Sulit mengharapkan fungsi edukasi, pengembangan riset maupun pengembang biakan satwa dengan kondisi lingkungan yang ada saat ini. Sangat jauh tentunya, apabila dibandingkan dengan keberadaan taman safari yang memberikan berbagai kesempatan bagi pengunjung untuk mengenal lebih jauh hewan yang ada.
Kurang pas kiranya apabila terlalu banyak penjual makanan di berbagai sudut Kebun Binatang. Jumlah pedagang eceran menurut saya terlalu banyak. Mungkin bisa menerapkan kebijakan pembatasan jumlah pedagang seperti yang dilakukan oleh Kebun Raya Bogor, sehingga keasrian dan keindahan tempat bisa tetap terjaga. Kalaupun, KB Rangunan ditujukan sebagai tempat wisata untuk kalangan masyarakat kebanyakan, namun menurut saya kebersihan, kenyamanan dan ketertiban tetap harus diutamakan.
Kebun Raya Rangunan mungkin dapat dijadikan percontohan bagi taman kota di Jakarta. Sebagai tempat berkumpul, berolahraga dan melestarikan flora khas tropis. Hal ini, selaras dengan kebijakan Gubernur DKI untuk terus mempertahankan dan menambah jumlah taman sebagai paru-paru ibukota.
Sekiranya masih ingin dipertahankan, tidak ada jalan jalan, kecuali dengan peningkatan profesionalisme pengelolaan. Bangga rasanya apabila Rangunan bisa menjadi tempat tujuan wisatawan asing, seperti Kebun Binatang Singapura atau Taronga Zoo di Sydney. Sebagai salah satu negara dengan kenakeragaman hayati terbesar di dunia, lumrah rasanya apabila kita mempunyai kebun binatang dengan kualitas internasional.
Salah satu hal sederhaana adalah dengan menciptakan mascot yang mudah untuk dikenal, seperti Koala dan Kangguru di Australia dimana pengunjung dapat mudah berinteraksi dan mengabadikan momen bersama dengan sang maskot.
Saya yakin, meski harga naik, namun jumlah pengunjung tidak akan menurun. Dengan peningkatan kualitas, citra KB Rangunan akan semakin baik dan dapat menarik pengunjung dari berbagai kalangan masyarakat.