Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Tetap Waras!! (Sekelumit Kisah dengan Parkir)

16 Oktober 2013   20:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:27 236 0
Suatu  saat di siang hari, di sebuah resto cepat saji di jalan Sudirman , Jogjakarta, peristiwa itu terjadi. Saat itu, saya datang bersama isteri dan anak saya, dengan mengendarai sepeda motor. Seperti biasa, saya langsung menuju ke tempat parkir yang ada di samping resto tersebut. Sesudah memarkir motor, tiba - tiba seseorang dengan rompi berwarna oranye datang mendekati saya. Di jogjakarta, rompi oranye identik dengan tukang parkir. Adanya tukang parkir di resto terebut cukup membuat saya terkejut. Setau saya, di resto tersebut parkir kendaraan gratis. Kali terakhir saya datang ke resto tersebut, 2 bulan yang lalu, parkir masih gratis.

Tukang parkir itu lalu menyodorkan secarik kertas berwarna merah muda, bertuliskan "karcis parkir ********, Rp 1000 ". Tentu saja itu bukan parkir resmi, karena tidak menggunakan karcis yang dikeluarkan Pemda setempat. saat saya masih mengamati karcis tersebut, sekonyong-konyong tukang parkir berkata, " langsung dibayar pak!". Artinya saya harus membayar saat itu juga. Karena saya merasa biasanya di sana parkir gratis, saya langsung berujar,"lho sekarang pake parkir ya?  biasanya kan engga?".

Mendengar itu, si tukang parkir langsung menjawab dengan nada datar, " iya pak, kalo di sini (sambil menunjuk tempat motor saya parkir) bayar. Kalo disana (sambil menunjuk area lain yang lebih dekat dengan pintu masuk resto) engga bayar." Saya lalu menyahut ," Kalo gitu saya pindah aja parkirnya". Saya bermaksud memindahkan motor ke area yang dia tunjukkan sebagai area bebas parkir. Saya berpikir, oh mungkin memang disini parkir bayar, karena lokasi parkirnya agak jauh dari resto, meski masih di halaman resto.Tiba-tiba, dengan nada agak meninggi, si tukang parkir menambahkan," Sekalian aja pak pindah ke garis putih itu!". Dia berkata demikian sambil menunjuk marka jalan raya yang ada di depan resto tersebut. Saya kaget!!

Ternyata si tukang parkir tidak terima kalo saya mempertanyakan masalah parkir itu. Yang lebih mengejutkan, si tukang parkir langsung mengomel dengan nada tinggi, menggunakan kata-kata yang tidak pantas. Saya masih ingat betul apa yang dia omelkan, namun tidak pantas saya tuliskan disini. Kalo dirangkum, isi omelannya adalah :

1. menggunakan kata-kata makian, seperti a** dan ba******

2.  menantang untuk melawan dia dan orang-orang di sekitar resto (karena dia berasal dari daerah di sekitar resto)

3. mengancam akan menghabisi di tempat

4. menantang untuk membawa orang-orang dari tempat saya tinggal untuk melawan dia dan orang-orangnya

5. menantang saya untuk sekalian membawa polisi apabila berhadapan dengan dia

Kaget, terkejut, marah, deg-degan...semua bercampur menjadi satu saat si tukang parkir mengomel seperti itu. Kaget karena semua terjadi dengan sangat cepat. Cepat sekali si tukang parkir ini emosi, cuma karena saya bertanya masalah parkir ini. Sampai pake ancaman segala. Terkejut karena baru kali ini saya berhadapan dengan tukang parkir yang mudah emosi seperti ini. Sudah menjadi rahasia umum kalo di jogjakarta, parkir ilegal/tidak resmi sudah merajalela. Di beberapa tempat yang awalnya tidak ada parkir, kemudian dipungut parkir, saya selalu menanyakan hal tersebut. dan rata-rata jawabannya masih santun lah, misalnya "iya pak, sekarang pake parkir". Sesudah itu yaa saya tetep bayar uang parkirnya. Dongkol iya, tapi saya simpan dalam hati saja. Yaa anggap aja sedekah

Marah karena si tukang parkir menggunakan kata-kata makian yang sangat melukai perasaan saya. Kalo diliat dari umur, sepertinya si tukang parkir masih berusia antara 20-25 tahun. Lebih tua saya yang 33 tahun. Benar-benar tidak mencerminkan kesantunan ala wong jogja! Mulutnya memang engga pernah disekolahkan!

Deg-degan karena si tukang parkir pake mengancam untuk adu otot bahkan "menghabisi" di tempat. Kalo diliat dari ukuran badan, pastilah saya menang, karena badan dia lebih kurus dan lebih pendek dari saya. Tapi gimana kalo dia manggil teman-temannya yang ada di seberang jalan? Tamatlah riwayat saya. Atau gimana kalo dia menyakiti anak saya yang baru berusia 2 tahun? mungkin dia masuk penjara, tapi gimana nasib anak saya?

Akhirnya, tanpa banyak berpikir, saya dan isteri serta anak saya langsung meninggalkan resto itu. Saya masih waras dan masih bisa berpikir jernih. Kami tidak ingin berlama-lama di sana. Kami tidak mau santap siang kami dibayang-bayangi akan ketidak selamatan diri keluarga saya. Lebih baik menjauh daripada bertahan di sana dan tertimpa masalah. Si tukang parkir sudah tidak bisa  berpikir jernih. Mungkin dalam pikirannya hanya ada " kasih saya uang atau saya kasih kamu (bogem)"!!

Dari kisah saya tersebut ada beberapa poin penting yang bisa saya sarikan :

1. Selalu berpikir, berkata dan bertindak sebagai orang waras dalam menghadapi segala kondisi kehidupan, baik itu dalam kesenangan maupun kesusahan

2. Sudah saatnya tata kelola perparkiran di jogjakarta mulai ditertibkan. Parkir merupakan potensi pemasukan daerah yang sangat besar, bila dikelola secara baik oleh pemda. Anggaran daerah bisa digenjot dari parkir ini. Siapa tau mimpi saya jogja mempunyai transport massal yang memadai bisa jadi kenyataan

3. Premanisme harus diberantas, termasuk preman yang berkedok usaha , seperti halnya parkir ilegal ini

4. Pelayanan prima tidak hanya diberikan di dalam ruang resto saja (pelayan resto, kualitas makanan dan minuman, kebersihan), tapi bahkan harus dimulai dari pintu gerbang resto (tukang parkir)

Salam!!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun