Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Puasa Ramadhan di Musim Panas... :)

24 Juli 2012   11:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:41 590 0
Assalamu'alaikum wr.wb.
Ini kali kedua saya merasakan puasa tidak di Indonesia, melainkan di Kaiserslautern, Jerman. Dan waktunya pun pada saat musim panas. Tantangan tersendiri bagi seorang muslim yang melaksanakan ibadah puasa di musim panas seperti ini di berbagai belahan dunia yang mengalaminya. Di Indonesia, umumnya durasi puasa dalam satu hari ~13 s/d 14 jam, sedangkan yang saya alami di tahun ini (dan tahun lalu) sekitar 17 s/d 18 jam. Untuk beberapa negara lain bahkan bisa lebih dari itu, tergantung lokasinya.

Tentunya tantangan puasanya sama, tidak hanya menahan lapar dan haus selama durasi waktu tersebut. Segala hal yang dapat mengurangi pahala puasa dan yang membatalkan puasa tetap harus dihindari. Berikut beberapa kondisi yang kami (bukan cuma saya.. hehe) rasakan dalam menjaga supaya pahala puasanya tetap optimal. (Lumayan buat renungan nanti kalau kami sudah pulang ke Indonesia, dan buat rekan-rekan yang ada di Indonesia)

# Penentuan awal Ramadhan (dan bulan Qamariah lainnya) ikut siapa ?

Contoh kasus tahun ini. Secara hisab kontemporer (modern), ketinggian bulan (hilal) ketika matahari terbenam (pasca konjungsi/ijtima', 19 Juli 2012) di Jerman (dan Eropa umumnya) masih kurang dari 2 derajat (bahkan kurang dari satu derajat). Menurut kriteria Odeh, dengan ketinggian seperti ini akan sulit untuk bisa mengamati hilal untuk bisa menentukan bahwa esok hari adalah awal Ramadhan.

"Ormas" Islam di Eropa lebih banyak menggunakan hisab dengan kriteria yang juga berbagai macam. Ada juga yang berpatokan pada : asal hilal terlihat di salah satu titik di belahan bumi manapun maka esok adalah puasa (tentunya hal ini bisa dikatakan salah, karena hilal sifatnya lokal/regional, namun sepanjang mereka bisa merujuk kepada dalil syar'i maka silahkan saja (mungkin)). Saya pribadi setuju kepada rukyatul hilal dengan kombinasi hisab modern.

Berdasarkan hisab modern didapati ketinggian hilal kurang dari 0 derajat (minus) pada daerah Mannheim (dekat dengan Kaiserlautern kota tempat saya tinggal). Tentunya hilal tidak akan terlihat karena bulan terbenam lebih dahulu daripada matahari. Namun masjid setempat menyatakan puasa mulai 20 Juli 2012 karena sepertinya merujuk ke Arab, yang ternyata ketinggian di Saudi Arabia saat itu sekitar 1 derajat. Soal rukyat Arab ini memang sudah sering sekali "aneh" ceritanya, bahkan minus pun bisa terlihat hehehe...

Lalu, kami harus ikut siapa ? Pertanyaan ini pun muncul di dalam benak saya, dan jawabannya adalah mengikuti pemimpin setempat. Pemimpin dalam hal ini adalah ulama di masjid di kota kami. Ijtihad yang mereka lakukan tentunya dengan berbagai macam pertimbangan. Sehingga walaupun saya secara pribadi tidak setuju, namun dengan pertimbangan tersebut maka saya mengikutinya. Hal ini kami lakukan dalam rangka menjaga persatuan ummat dan merujuk kepada :

Puasa itu adalah pada hari ketika kalian semua berpuasa, dan Idul Fitri adalah pada hari ketika kalian semua ber-Idul Fitri dan Idul Adha adalah ketika kalian semua ber-Idul Adha.”  ( HR Tirmizi )

# Durasi puasa yang mencapai 18 jam (bahkan lebih)

Karena sekarang musim panas, sehingga waktu siang lebih lama dari waktu malam. Di awal Ramadhan ini durasi puasa sekitar 18 jam dan akan berkurang mendekati akhir Ramadhan menjadi sekitar 17 jam. Bahkan di daerah tertentu (seperti Norwegia, Rusia bagian utara dll) bisa lebih dari 19 jam, tentunya mereka (yang saya tahu) mendapat keringanan (rukhsah) tersendiri dengan salah satunya mengikuti negara tetangga terdekat yang durasi puasanya masih normal (misalnya Jerman).

Ada juga yang berpendapat bahwa kita (yang di Jerman) boleh saja berbuka setelah puasa 15 jam walau belum maghrib. Untuk pendapat yang satu ini saya tidak setuju dan juga tidak ada dalil yang bisa dirujuk untuk hal tersebut. Dan salah satu hal logis (karena tidak ada dalilnya, maka saya logiskan) yang bisa dijadikan alasan adalah : kalau saja kita puasa di musim dingin tentu puasanya lebih pendek, hanya 10 jam. Dalam arti, andaikan kita berpuasa ketika musim dingin kan lebih ringan hanya 10 jam (di negara lain seperti Indonesia tetap +/- 14 jam) kita dengan nikmatnya menggunakan "fasilitas" musim dingin ini, sementara ketika musim panas juga cari enaknya dengan puasa hanya 15 jam misalnya. Inilah yang menurut saya alasan kenapa walaupun musim panas, puasa 18 jam tetap harus dijalani. Sisi positifnya, karena puasa lebih panjang jadi bisa meraih lebih banyak pahala dengan berdoa, membaca dan memahami Al Qur'an dan ibadah2 lain karena masih dalam keadaan puasa pahalanya berlipat.... :)

Di sisi lain, sholat Isya pun mulai pukul 23.40 (menjelang akhir Ramadhan +/- 23.00). Kalau kita lanjutkan dengan tarawih maka akan selesai sekitar pukul 00.50 di masjid (karena satu malam imamnya membacakan 1 juz untuk sholat tarawih 8 rakaat + witir 3 rakaat). Adapun di masjid lain lebih singkat (seperti halnya di Indonesia, ada yang 23 ada yang 8), walaupun 20 rakaat tarawih + witir 3 rakaat biasanya butuh waktu sejam (dengan bacaan surat2 pendek) sehingga selesai 00.30. Ada juga yang kemudian mengambil rhuksah dengan menjama' (dan qasar), namun tentunya yang satu ini juga tidak ada dalilnya (sepengetahuan saya) karena kita menetap dan tidak dalam syarat yang memenuhi ketentuan jama'+qasar. Yang menjadi perhatian adalah : shubuh pada pukul 03.10 (menjelang akhir Ramadhan +/- 03.50), sehingga waktu untuk bisa melakukan istirahat sangat singkat (+/- 1,5 jam) lalu bangun (sekitar pukul 02.00 - 02.30) untuk sholat tahajjud, sahur dan sholat shubuh (bahkan untuk para ibu/istri yang mau masak bisa jadi bangun lebih cepat .... :) ). Untuk mengikuti sunnah agar berzikir hingga terbit matahari (matahari terbit pukul 05.50) maka kita harus rela mengorbankan waktu istirahat sesi II. Atau kalau memang tidak kuat, yang paling mungkin adalah pasca shubuh berdzikir semampunya dan kemudian lanjut istirahat sesi II.... :)

# Hal-hal yang bisa menambah puasa berkualitas

Selain dzikir, do'a, istighfar, tarawih, i'tikaf dll mengikuti kajian selama Ramadhan tentunya juga alternatif utama. Masjid disini jika ada kajian biasanya menggunakan bahasa Arab atau Jerman (kadang2 bahasa Inggris)...Namun, bagi saya yang tidak bisa bahasa Arab (baru bisa baca tapi belum tahu arti) dan Jerman (masih proses belajar tingkat sangat awal), rasanya sulit untuk mencerna kajian yang disampaikan. Walaupun dengan bahasa Inggris, namun terkadang istilah2 yang jarang didengar juga sulit untuk bisa dimakanai secara utuh. Untuk itu, kumpul2 rekan2 dari Indonesia selalu menjadi waktu yang dimanfaatkan untuk kajian. Lewat internet juga menjadi pembantu dengan membaca artikel ataupun menonton saluran2 TV di Indonesia pada saat ada kajian (bukan pada acara lawak, sinetron yang ga jelas dll yang disuguhkan TV pada saat Ramadhan, harus banyak belajar itu tim kreatif TV yang ternyata tidak kreatif.... :D )

Secara pribadi saya sendiri merindukan suasana Ramadhan di Indonesia :( Baik dari sisi keramaian di masjid, makanan-makanan di Indonesia dan hal-hal lain...Lagi-lagi, ayo rekan2 yang ada di Indonesia lebih bersyukur dengan kondisi disana, jangan mau kalau ya ibadahnya sama yang disini :)

# Menahan hal-hal yang bisa mengurangi pahala puasa

Untuk menahan makan dan minum rasanya bagi kita yang sudah dewasa tidaklah terlalu sulit selama IMAN memang telah dimantapkan dalam diri ini. Tentunya karena hanya sedikit yang berpuasa disini, tidaklah heran jika kita dalam perjalanan menuju ke tempat kerja atau kuliah menjumpai banyak orang sedang makan dan minum seperti hari biasanya. Selain itu, bagi para pria (wanita juga tentunya) tantangan lainnya adalah menjaga pandangan. Karena musim panas seperti ini, banyak wanita yang hanya menggunakan tank-top dan short pants. Mau menundukkan pandangan, eh bawah juga kebuka..nah lho... :P Kembali, selama IMAN memang telah dimantapkan rasanya ini juga tidak masalah...Untuk itu, rekan-rekan yang ada di Indonesia bersyukurlah untuk suasana yang lebih kondusif dan toleran di bulan puasa ini...

# Idul Fitri

Tahun lalu (2011) keluarga saya (istri+anak) masih di Indonesia. Pasca sholat Idul Fitri pun saya langsung masuk kerja/kuliah seperti hari biasa saja. Sorenya baru rekan-rekan dari Indonesia berkumpul untuk silaturahim. Suasana Idul Fitri rasanya menjadi "datar" saja dari sisi hiruk pikuk seperti halnya di Indonesia. Lagi-lagi, ayo rekan2 yang ada di Indonesia lebih bersyukur dengan kondisi disana, jangan cuma siapin baju baru dan ketupat saja :) Namun mudah-mudahan Allah SWT menghitung itu semua dengan kemenangan hakiki yang dirasakan oleh orang-orang yang berpuasa karena iman.

"Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu pasti diampuni”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Wassalamu'alaikum wr.wb.

Kaiserslautern, 5 Ramadhan 1433 H / 24 Juli 2012

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun