Sebelum baca posting ini, saya pengen nginfo-in kompasianers biar gak binun pas baca...ini cuma sekedar curahan kebingungan saya yang udah niat kuliah di jurusan Hubungan Internasional, di mana biasanya anak2 jurusan ini hobi milih profesi sebagai diplomat, masuk ke Departemen Luar Negeri, dan 4 tahun kuliah ternyata membawa banyak perubahan dalam cara saya memandang hidup. Pas awal masuk jurusan ini, yang saya tau ya, duta besar, wanita karir, adalah jalan hidup saya. tapi seiring waktu berjalan, saya berubah pikiran. kepentok antara ambisi semester 1 dgn ketukan naluri wanita, hahaha....beginilah. Baru saya posting di fb saya kemaren nih.... -------------- Dilema mahasiswi semester akhir. Setelah kuliah, mau ke mana? Rasanya hidup baru akan dimulai setelah saya memasang toga di atas kepala. Lah sekarang? Yaaa....mungkin belum brojol aj. Memutuskan MAU JADI APA, rasanya seperti ini tho.....mumet. Antara tuntutan sosial, tuntutan akademik, tuntutan finansial, cita-cita pribadi, huaaaaaah! Berawal dari obrolan via sms dengan seorang teman beberapa hari yang lalu tentang (IR) women at work.... Kami sedang ribut-ribut tidak penting soal ehm. Sebuah tempat idaman banyak anak jurusan kami, sebuah tempat bekerja yang menjanjikan tidak hanya karir yang bagus, tapi juga”jalan-jalan” :D. Di luar itu, sudah pasti, kenyamanan hidup secara finansial. Ya, karir di sana begitu menggiurkan. Tapi kami justru ribut dengan..............anak. Hahaha, anak siapa? Fa, bangun! Calon suami aja kagak ada --__--" Yaaaa...tapi begitulah, faktanya. Kami ribut soal masa depan ‘yang itu’. Saya bukan tipe orang yang suka diam di rumah (kecuali ada hal berguna yang bisa saya lakukan selain nonton infotainment dan nonggo alias bgosip), tapi saya juga tipe yang masih berprinsip, sesibuk-sibuknya saya nanti bekerja, maunya siiiiiih.....saya masih mengurus anak-anak dengan tangan saya sendiri. (Kalo mampu bayar) babysitter, sih, dia mending saya suruh bawa2 botol susu n popok, bukan gendongin anak saya...hehehe.... Mengutip Joanna Francis, seorang jurnalis USA (
http://muslimmedianetwork.com/mmn/?p=854), “women’s greatest role is motherhood, I also believe that women can be active in the professional world if that is what they choose.” Hmmmm....saya jadi mikir panjang, sepanjang masa depan saya yang masih belum jelas jluntrungannya ini....Kira-kira, kalo jadi yang seperti itu, gimana keluarga saya nanti ya..(entah dgn siapa bapaknya anak2 :D)?? Masalahnya, selama ini sih, saya sependapat dengan kata-kata Francis ini, “raising the next generation to stand for peace and justice is the most noble contribution women can make to the world.Motherhood is a great blessing.” Bisa tidak, ya, saya maruk jadi good mom sekaligus good civil servant secara bersamaan? Saya dan kawan ribut saya tadi, jadi penasaran pengen ngulik hidup peniti karir di bidang ini, yang adalah para wanita....gimana ya selama ini cara mereka meng-handle urusan rumahtangga di tengah tugas negara yang seberat itu? Belum lagi, gimana rasanya ya, kalo suami yang ikut sama kita? Eh!Belum, belum sampai ke sana dulu deh... Kalau saya ada di alam sana dan belum merid, adakah laki2 yang mau sama saya kemudian (karena dia harus ikut saya lho nanti!). Then, gimana cara para bunda itu bisa melihat pertumbuhkembangan anak-anak mereka, yaaaa? They really are big questions in my mind.....pasti mereka wanita-wanita hebat kalo dua-duanya bisa dihandle bareng... Entah, ato mungkin saya yang salah ya, bisa mikir pengen masuk ke ‘kerajaan’ itu, padahal sejak awal sudah terlalu family-oriented? Kawan saya sendiri, gamang dengan keputusan nyemplung ke dalam situ, karena kakaknya yang notabene perempuan bekerja di sana, dan na’udzubillah, rumahtangganya konflik....si nyonya ini akhirny memutuskan cuti sementara bwd menyelamatkan kluarga.... Saya tau, saya tidak bisa menggeneralisir satu kasus tersebut menjadi sebuah kesimpulan...but somehow, hal itu bisa jadi pertimbangan saya karena menurut saya memang itu mungkin terjadi....24 jam itu pendek untuk menjadi multitasker : kerja dari pagi mpe sore, kalo kena macetnya jakarta paling nyampe rumah jam 7-8 malem, dah ngantuk...wew,,,sisanya tinggal jam bobo....masa pulang mpe rumah suami anak cuma dikasi obrolan, “selamat tidur!” ?? Masih kata Francis, sih..... “in most societies, even societies that are labeled patriarchal, the women are truly the head of the family. They have the greatest influence over the children, and although the men may officially be the head of the family, women have always known how to direct things in the manner that is best for the whole family. As my mother once told me when I was a child: the smart woman lets the man think he’s the head of the household! They are the heart and soul of their families.” Emang sih, saya belum tau siapa jodoh saya, kapan saya menikah, dengan siapa saya menghabiskan sisa hidup saya, yang itu seharusnya berarti bahwa saya masih sangat bebas memilih apa yang saya mau. tapi efek karir ini dalam jangka panjang emang mengganggu saya sih.... Teman saya bilang, “duh kita ini, dah mikirin si bayi bahkan sebelum mereka lahir,”..... Hahaha, gimana ya...??? Atau saya banting setir saja? Gak jauh-jauh sih, kalo mau ngeles....kan kita diajarin multitrack diplomacy....”great kingdom” satu itu baru first track...:D itu baru alternatif yang saya pikirin ....kompensasi aj? Hahaha apalah terserah...wong keterima jadi ‘prajurit’ MFA aj belom tentu, hehehe.... Jadi, ibu-ibu diplomat, boleh ngulik cara parenting dan wife-ing nya, sebelum saya memutuskan ikut tesnya tidak?? :D Ato para calon yang sudah punya argumen, referensi, yang bisa membantu saya melihat dari kacamata-kacamata selain kacamata saya sendiri??
KEMBALI KE ARTIKEL