Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Dongeng yang Selalu Dirindukan

11 November 2012   03:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:38 248 0

Ketika Alladin, Malin Kundang, Bawang Merah Bawang Putih dan beberapa kisah dongeng klasik lainnnya tayang di televisi, ada sedikit hal yang mengusik hati kita saat turut menyaksikannya. Visualisasi dongeng tersebut terasa jauh dari imajinasi yang telah terbentuk di benak kita selama puluhan tahun. Heroisme dan keindahannya kurang begitu terasa, ceritanya mengalir seperti dipaksakan dan terlalu banyak improvisasi cerita di dalamnya.Namun jika kita lihat saat anak-anak menontonnya, mereka terpaku di depannya, menikmati dengan begitu asyiknya sampai mungkin lupa waktu. Tidak seindah yang kita bayangkan memang, karena imajinasi kita telah terbentuk ketika dongeng-dongeng itu diperdengarkan oleh bapak atau ibu kepada kita semasa kecil dulu. Meskipun jumlahnya belum signifikan dengan tetap menjamurnya sinetron-sinetron yang seharusnya tidak layak ditonton anak-anak, kita patut mengapresiasi lahirnya dongeng-dongeng versi sinetron ini. Selain jumlahnya yang masih sedikit, ada beberapa sisi yang kurang pas terhadap lahirnya dongeng-dongeng klasik yang ber-casing modern ini, antara lain, pertama, jam tayang sinetron dongeng ini kebanyakan hadir di jam-jamwajib belajar anak yaitu antara pukul 19.00 s/d 22.00 yang itu bertepatan dengan jam prime time-nya siaran televisi, dimana pada jam tersebutlah produser membidik jumlah audience terbesar. Kedua, improvisasi yang terkadang berlebihan terhadap cerita yang sesungguhnya, melahirkan versi dongeng yang lain dan menjadikan dongeng tersebut terasa jauh dari sisi originalitasnya. Banyak sekali tambahan-tambahan cerita yang berkonotasi “lebay” (berlebihan) di dalamnya, yang pastinya hal tersebut menjadi tuntutan produser untuk memanjang-manjangkan seri tayangan sinetron dongeng tersebut kaitannya dengan ongkos produksi dan sisi bisnis. Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah, relakah kita, ketika daya imajinasi anak-anak menjadi tidak terasah dengan baik, tergantikan dengan visualisasi “apa adanya”, dan bahkan kedekatan kita ter”rebut” oleh tayangan-tayangan dongeng versi sinetron tersebut di televisi?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun