Lalu setelah berjuang menahan lara; di antara ambang nyawa, tangisnya berubah haru. Sakitnya mendadak lenyap bak ditelan langit, sebab dari garbanya muncul sebuah jiwa baru yang menerbitkan senyum lega di wajah nirwananya. Ia berikan darah putih sucinya segenap jiwa, dipandang wajah buah hatinya dalam; setelah itu, doa-doa yang dilangitkan hanya tentang anak dalam peluknya.
Dan yang diperjuangkan mati-matian sampai napasnya tergadaikan adalah aku. Anak tak penurut, suka membantah, dan tak bisa diandalkan. Mungkin jikalau boleh memilih ia tak ingin aku menjadi bagian hidupnya, tapi bisa apa ia bila takdir telah memutuskan? dengan kalis pasrah pun rela membesarkan dengan segenap adorasi dan afeksi. Dialah malaikat sesungguhnya yang membumi dengan renjana murni pun tanpa rahsa tapi .Â