Transformasi digital yang pesat dalam beberapa tahun terakhir telah membawa perubahan signifikan di berbagai sektor, termasuk sektor pariwisata yang merupakan salah satu pilar utama ekonomi Indonesia. Era ekonomi kreatif yang berkembang pesat membutuhkan inovasi-inovasi baru dalam mendukung kemajuan pariwisata, dan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah pengimplementasian Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). QRIS, sebagai standar pembayaran digital nasional, dirancang untuk menyederhanakan transaksi elektronik sekaligus mendukung inklusi keuangan (Binawan & Tampubolon, 2024). Namun, penting untuk mengevaluasi sejauh mana QRIS efektif dalam mendukung digitalisasi pariwisata, khususnya di tengah tantangan yang dihadapi sektor ini dalam mengadopsi teknologi baru. Adopsi QRIS tidak hanya relevan bagi pelaku industri pariwisata skala besar, tetapi juga sangat penting bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menjadi tulang punggung ekonomi kreatif di Indonesia. Penerapan QRIS dalam pariwisata menciptakan peluang besar untuk meningkatkan efisiensi transaksi, memperluas jangkauan layanan, dan mempercepat adaptasi teknologi di berbagai destinasi wisata. Dengan QRIS, wisatawan domestik maupun mancanegara dapat menikmati kemudahan pembayaran tanpa perlu membawa uang tunai atau beradaptasi dengan berbagai platform pembayaran lokal. Sebagai negara dengan kekayaan budaya dan keindahan alam yang melimpah, Indonesia memiliki potensi besar untuk memanfaatkan QRIS dalam menciptakan pengalaman wisata yang lebih modern dan efisien (Sriekaningsih, 2020). Namun, masih terdapat berbagai kendala seperti kurangnya literasi digital di kalangan masyarakat lokal, keterbatasan infrastruktur di daerah terpencil, serta tantangan teknis seperti keandalan jaringan internet yang perlu diatasi agar penerapan QRIS dapat berjalan maksimal.
KEMBALI KE ARTIKEL