Image by Google
Eka, duduk di hadapan sebuah pesawat televisi, menatap layarnya dengan wajah gusar, mencak-mencak, memaki dan membentak, seakan protesnya didengar oleh siapapun yang ada di layar kaca itu. Dari suara televisi kuketahui ia sedang menyaksikan sinetron Indonesia, dari stasiun TV swasta yang cukup terkemuka.. Hmm eka ternyata sedang kecewa karena jalan cerita sinetron andalannya tidak sejalan dengan logikanya. He he geli melihat tingkah polah
Eka, setiap hari, asisten saya yang juga ibu rumah tangga ini, antusias menunggu malam saat-saat di mana sinetron kesayangannya ditayangkan. Namun setiap ia sedang menontonnya, setiap itu pula ia mengomel, seolah memarahi para tokoh pemainnya. Terkadang kusuruh ia untuk memindahkan
channel TV kalau memang ia merasa tak nyaman dengan acaranya, tapi ia seakan rindu tapi benci. Rindu menontonnya tetapi benci jalan ceritanya. nah..penonton sinetron yang gusar mungkin bukan hanya
Eka, saya yakin banyak Eka-Eka lain di luar sana yang menonton sambil mengomel entah kepada siapa, tetapi herannya mereka tak rela mematikan televisinya, atau sekedar memindahkan salurannya. Memang, bila kita amati sinetron Indonesia, maka kita bisa memaklumi kegusaran yang ditampilkan
Eka sebagai penonton. Karena pada umumnya alur cerita kebanyakan sinetron, menggunakan logikanya sendiri, saya menyebutnya sebagai "logika sinetron". Logika kehidupan yang digambarkan di sinetron jelas berbeda dengan logika kehidupan dunia nyata, sinetron yang menjadi santapan sebagian besar penduduk Indonesia, terutama kalangan menengah ke bawah, dan hususnya lagi kaum perempuan seperti
Eka, kerap menyajikan jalan cerita yang tak masuk akal, sengaja dibuat rumit dan jelas terkesan dipaksakan. Mungkin disinilah salah satu ketimpangan dari sekian banyak ketimpangan tayangan yang bernama sinetron ini. Pemirsa layaknya
Eka justeru merasa lebih tahu apa yang harus dilakonkan oleh para tokoh sinetron, di satu sisi penonton sudah tahu jalan cerita selanjutnya, di sisi lain sutradara sengaja membuat jalan cerita berputar-putar dulu, dengan maksud membuat penonton penasaran, tetapi ternyata malah menjadi menyebalkan. he hee lucuu juga. Ada contoh sinetron yang telah tayang sampai sesi ke 7 dan berjalan kurang lebih 5 tahunan, tetapi konflik yang ditampilkan masih berkisar pada persoalan yang sama, yaitu bersumber dari seorang pemeran antagonis perempuan yang selalu melakukan kejahatan, dengan cara yang hampir sama pula, kepada sebuah keluarga besar terhormat dan kaya raya. Alur ceritanya pun berulang-ulang dari penculikan anak, amnesia, penyamaran, penculikan lagi, penyamaran lagi dan selanjutnya. Bila menggunakan logika dunia nyata, maka mana mungkin keluarga besar terhormat yang cerdas akan dicabik-cabik oleh seorang perempuan yang bukan siapa-siapa mereka. Perempuan yang akan merampas suami dan harta tuan rumah diizinkan tinggal di rumah mereka, dan itu berjalan bertahun-tahun. Bukankah si empunya rumah punya kuasa untuk mengusir sang tukang recok dari rumahnya, atau bahkan setidaknya ada hukum yang bisa membantu mengatasi?? Bandingkan dengan film barat, yang tatkala kita menontonnya membuat kita tak sudi meninggalkannya barang sejenakpun, karena setiap detail ceritanya merupakan cerita mengalir dan takkan terulang, sehingga membuat kita terkesima dan tak mampu menebak bagaimana
ending ceritanya. Bahkan terkadang kita sebagai penonton masuk ke dalam alur cerita tanpa kita sadari, karena memang logika kita sejalan dengan logika ceritanya. Dan tidak jarang kita seolah sedang dituntun bagaimana cara menghadapi permasalahan dengan cara yang cerdas. ..lantas bagaimana dengan sinetron kita?? pelajaran apa yang dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari? . (Mohon maaf saya tidak sedang mengagung-agungkan flm luar, karena tidak dinafikan banyak sekali film luar yang mengandung nilai perusak moral. Namun setidaknya ada alternatif yang bisa kita pilih). Anehnya.. adalah.. para penonton sinetron yang gusar, dengan mengomel entah kepada siapa saat menonton, kenapa sampai mereka tak rela mematikan televisinya..??? nah..menurut saya diantara penyebabnya adalah.. karena memang tidak ada pilihan sinetron lain yang lebih bermutu?? (ada juga barangkali tapi kecil sekali jumlahnya) atau memang secara psikologis penonton kita memang sangat menikmati tatkala emosinya dipermainkan dari jalan cerita yang dipaksakan, yah ketimbang merasakan sakitnya dipermainkan oleh penguasa karena melambungnya harga-harga??. Atau bagi mereka merupakan kepuasan tersendiri dapat menikmati penampilan bintang idolanya saja, tanpa perduli apapun jalan ceritanya, ketimbang menyaksikan penampilan para politisi yang terkadang sulit dipahami bahasa dan prilakunya?? ah..entahlah. Namun yang jelas..para produser sinetron sepertinya hafal betul dengan sikap dan prilaku para penonton, yang tak mungkin meninggalkannya. Buktinya meski tidak jelas manfaatnya, sinetron yang diproduksi sambung menyambung, meski jalan ceritanya sudah mentok..tok..took, konon atas permintaan pemirsanya juga...hmm. bisa ditebak bukan? pemirsa dari kalangan mana saja itu.?. Andai kita bisa berharap..dikarenakan banyaknya pecintanya, sinetron mestinya menjadi media strategis untuk membentuk karakter bangsa yang positif, semoga para produser sinetron tanah air, menggunakan momen itu untuk turut menyelipkan nilai yang berguna bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Setidaknya sajikanlah cerita yang sesuai dengan logika kehidupan nyata.. agar bermanfaat dan dapat diaplikasikan oleh pecandunya, bukan malah kontra produktif, menjual mimpi atau memaksa pemirsa seperti
Eka untuk menggunakan logika sinetron ciptaan sutradara dan produser..yang nyata-nyata hanya ada di sinetron saja.. yah semoga ?? amin. Salam hangat untuk pecinta sinetron tanah air..
KEMBALI KE ARTIKEL