Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Kasus Bullying di Indonesia, Apa Peran Observational Learning?

16 November 2023   12:45 Diperbarui: 16 November 2023   12:47 349 3
Bullying atau perundungan adalah tindakan kekerasan atau intimidasi yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap orang lain yang dianggap lebih lemah atau berbeda. Bullying dapat berupa kekerasan fisik, verbal, atau psikologis yang berdampak negatif pada kesehatan, kesejahteraan, dan prestasi korban.

Bullying sering terjadi di lingkungan sekolah, terutama di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Menurut data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), terdapat 226 kasus bullying di sekolah pada tahun 2022, meningkat dari 119 kasus pada tahun 2020. Jenis bullying yang paling banyak dialami korban adalah bullying fisik (55,5%), diikuti oleh bullying verbal (29,3%), dan bullying psikologis (15,2%)

Salah satu kasus bullying yang menggemparkan masyarakat Indonesia adalah kasus penusukan mata siswi SD di Gresik, Jawa Timur, pada Agustus 2023. Korban, yang berinisial SAH, mengalami buta permanen pada mata kanannya setelah ditusuk oleh kakak kelasnya dengan tusuk bakso karena menolak memberikan uang jajan. Kasus ini menunjukkan betapa brutal dan sadisnya tindakan bullying yang dilakukan oleh pelaku.

Observational learning dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku bullying, baik dari sisi pelaku maupun korban. Berikut adalah beberapa cara observational learning berperan dalam kasus bullying:

1. Pelaku bullying dapat belajar cara melakukan kekerasan atau intimidasi dengan mengamati dan meniru perilaku orang lain yang melakukan hal yang sama, baik di lingkungan sekolah, keluarga, media, atau masyarakat. Misalnya, seorang anak dapat meniru cara orang tuanya berteriak, memukul, atau menghina orang lain ketika marah. Atau, seorang remaja dapat meniru cara teman-temannya mengolok-olok, mengejek, atau mengancam orang lain yang dianggap berbeda atau lemah.
2. Pelaku bullying dapat termotivasi untuk melakukan kekerasan atau intimidasi dengan melihat konsekuensi atau dampak dari perilaku tersebut, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Misalnya, seorang anak dapat merasa senang, bangga, atau kuat ketika berhasil menyakiti atau mendominasi orang lain. Atau, seorang remaja dapat merasa dihargai, diterima, atau populer ketika bergabung dengan kelompok atau geng yang melakukan bullying.
3. Korban bullying dapat termotivasi untuk bereaksi atau menanggapi kekerasan atau intimidasi dengan melihat konsekuensi atau dampak dari perilaku tersebut, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Misalnya, seorang anak dapat merasa takut, sedih, atau malu ketika disakiti atau diintimidasi oleh orang lain. Atau, seorang remaja dapat merasa marah, depresi, atau putus asa ketika menjadi korban bullying.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun