Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Fadh Ahmad - Jaringan Islam Liberal, Riwayatmu Kini

20 Juni 2012   16:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:44 7059 6

Kaum liberal atau yang popular dengan sebutan JIL adalah lembaga yang terang-terangan mengusung liberalisme sebagai ideologinya. Awalnya lembaga ini didirikan oleh anak-anak muda pengangguran jebolan pesantren yang kemudian ditampung oleh Goenawan Mohamad sebagai pekerja di lingkungan utan kayu, tempat radio 68H milik Goenawan bermarkas. Awalnya lembaga ini berasal dari kegiatan kongkow-kongkow anak muda yang berfaham liberal, yang kemudian oleh Goenawan difasilitasi dan dikembangkan sebagai jaringan untuk menyusup ke dalam organisasi Islam seperti NU dan lainnya. Sepertinya misi mereka ini setengah gagal, setelah aktivis JIL banyak yang loncat pagar dan sebagian bahkan benar-benar bekerja pada perusahaan milik Goenawan. (1)

Jauh sebelum JIL berdiri, sebetulnya geliat Gerakan liberalisme di mulai pada tahun 1970-an, pasca Harun Nasution pulang dari Kanada. Harun sendirilah yang dikenal sebagai lokomotif liberalisme di Indonesia melalui lembaga pendidikan tinggi. Ketika pemerintah, dalam hal ini Menteri Agama (Menag) A.Mukti ‘Ali menunjuk dia sebagai Rektor IAIN Syarif Hidayatullah, program liberalisasi pemikiran Islam segera ditabuh dan digulirkan.(2) Boleh jadi karena merasa belajar Islam di dunia barat dipandang lebih terhormat dan keren daripada belajar di Timur Tengah, sehingga cara pandang terhadap Islam sendiri sudah dipengaruhi ajaran Sekulerisme, Pluralisme agama, dan Liberalisme (SEPILIS).

Biasanya setelah tamat menimba ilmu agama di berbagai Universitas Barat. Orang-orang liberal sebangsa Harun nasution, Cak Nur, Lutfi As-Syaukanie dkk mulai menjalankan misi-misi titipan dari dunia Barat yang pada akhirnya bertujuan untuk merusak Islam dengan tangan orang Islam itu sendiri.(3)

Misi-misi titipan yang akan diperjuangkan oleh kaum liberal yang kebanyakan alumni Barat/Islamic studies adalah: Pertama mereka mendirikan berbagai jaringan, kelompok, Lembaga survei/LSM berkedok studi Agama, Budaya dan Demokrasi tetapi sebenarnya ingin menghabisi ajaran Islam. Contohnya jaringan Islam liberal (JIL), Lembaga kajian Islam dan Sosial (LKiS), Institut Studi Arus Informasi (ISAI), yayasan Paramadina, PUAN Amal Hayati, International Center for Islam and Pluralism (ICIP) dan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP). Perlu diingat bahwa ketika mereka mendirikan berbagai macam lembaga/jaringan tersebut, ternyata dibiayai oleh badan amal Zionis Yahudi asal Amerika. Seperti The Asia foundation, Ford foundation, RAND Corporation, dan USAID.(4)

Kedua setelah mendirikan jaringan/lembaga, selanjutnya mereka akan berusaha menjadi staf ahli di birokrasi pemerintah seperti Departemen Agama atau kalau beruntung nasibnya bisa menduduki jabatan Menteri Agama.(5) Kalau sudah mendominasi Departemen agama atau menggapai jabatan Menteri Agama, mereka akan membubarkan MUI, membuat Kompilasi Hukum Islam versi mereka sendiri, membiarkan aliran sesat hidup bahkan bisa-bisa kristenisasi dibiarkan.

Ketiga, berlomba-lomba menerbitkan dan menyebarkan majalah, jurnal, novel yang berbau aliran kiri (baca: komunis), buku-buku yang mengandung ajaran Syi’ah dan Liberalisme yang katanya mengatasnamakan Pembaruan Islam tetapi ujung-ujungnya menghantam Islam. Contohnya: Fiqih Lintas Agama (Paramadina), Lubang Hitam Agama, Menggugat Otentitas Wahyu Tuhan, Ijtihad Islam Liberal, Pergolakan Pemikiran Islam-Catatan Harian Ahmad Wahib (LP3ES), Sunnah-Syi’ah Bergandengan Tangan! Mungkinkah? (Lentera hati), Jurnal Relief, Jurnal Justisia, Majalah Syir’ah, Aku Bangga Jadi Anak PKI.

Keempat, kaum liberal sering melontarkan berbagai propaganda opini dan pemikiran yang seolah-olah dari Islam namun sebenarnya tidak ada akarnya dari Islam. Contoh: HAM, kesetaraan Gender, tafsir Hermeneutika, Pluralisme agama,(6) teologi pembebasan dan Demokrasi. Dalam pandangan penulis, mereka memecah belah umat Islam dengan klasifikasi kelompok dan istilah-istilah membingungkan. Contohnya: Islam moderat, Islam abangan, Islam transnasional, Islam peradaban, Islam kebenaran, Islam identitas,(7) Islam teroris, Islam tradisional, dan Islam fundamentalis/garis keras.

Kelima, Dalam berbagai kesempatan mereka juga sangat semangat membela mati-matian aliran sesat dan propaganda terorisme Amerika yang selalu merugikan Islam. Mereka juga menjalin kerjasama dengan kaum Nasionalis-Sekular untuk menguasai panggung politik sehingga mereka bisa seenaknya membuat peraturan dan Undang-Undang yang sangat kontraproduktif dengan Islam, seperti Asas Tunggal Pancasila, UU Terorisme, dan UU kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Tidak lupa juga mereka akan berusaha sekuat tenaga mencegah penerapan syariat Islam seperti Piagam Jakarta, Perda pandai membaca Al-Qur’an, Perda Zakat, Perda anti maksiat, pengesahan UU anti Pornografi dan Pornoaksi.

Mengapa Para Liberalis, Pluralis dan Sekuleris begitu liar pemikirannya? Menurut Guru Besar Fakultas Syari’ah UIN Jakarta, Prof. DR. Huzaemah T. Yanggo, faktornya karena soal pribadi, dolar dan popularitas.(8) Bila menyimak buku 50 tokoh Islam Liberal Indonesia yang ditulis Budi Handrianto, banyak pengusung liberalisme yang ternyata berasal dari keluarga miskin di pelosok desa. Seperti Nurkholis Madjid, Ulil Abshor, Sukidi, Azyumardi Azra dan Komarudin Hidayat, maka tidak heran musuh-musuh Islam bisa membeli mereka dengan ratusan lembar Dolar. Penulis menduga mereka ketika belajar ke Barat mengalami shock culture/gegar budaya dimana akan terkagum kagum dengan pola pikir Barat sehingga mereka kehilangan daya kritis. Sebagian besar dari alumni barat yang berpaham liberal tidak sadar bahwa dirinya sudah di cuci otaknya dan menjadi agen Barat untuk merusak Islam.

Eksistensi kaum liberal tidak boleh kita diamkan, karena racun-racun yang mereka sebarkan kepada generasi muda Islam dapat membuat generasi penerus kita jadi ulama memble alias tidak punya pendirian/pijakan kuat dalam menguatkan serta membela agama ini dari serbuan kaum kafirin. Penulis setuju dengan pendapat Prof. Dr. Afif Hasan, menurut beliau jika kaum liberal ini dibiarkan eksis maka kemungkinan kitab-kitab turats yang selama ini dipakai rujukan dalam pesantren maupun halaqoh seperti Fathul qarib dan Fathul Mu'in bisa tergantikan dengan buku "Fiqh lintas agama" dan buku "Indahnya kawin Sejenis", kemudian kitab 'Uqud al-Lujain karya Kiai Nawawi bisa diganti dengan buku "Wajah baru relasi suami-istri" khayalan Kiai Husein Muhammad. Bahkan kitab "Ulumul Qur'an" karya al-Suyuthi bisa saja suatu saat tergantikan oleh Hermeneutika ala Nasr Hamid Abu Zayd. Puncaknya paham "Ahlu sunnah wal jamaah" akan tergeser oleh Agama Liberal. Na'udzubillah min Dzalik. (9)

Saat ini sepak terjang JIL yang dikordinir Saidiman ahmad mulai melempem alias tak seperti ketika jaya-jayanya dulu. Hal ini disebabkan kucuran Dolar untuk mereka sudah dihentikan oleh lembaga donor. Kita bisa melihat pada website resminya terdapat link/kolom "Donasi". Selain itu JIL ditinggalkan dedengkotnya yang kini menjadi anggota partai penguasa. Mengakhiri tulisan ini, yang perlu diwaspadai umat Islam adalah kendaraan baru JIL seperti Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB),(10) KEMI (11), gerakan Beda Isme, Gerakan 'Indonesia tanpa Diskriminasi' yang diciptakan Denny JA (12) hingga Proyek de-Radikalisasi Islam yang tujuannya menggagalkan penegakan Syariat Islam. Proyek ini juga bisa bikin umat Islam Indonesia terkotak-kotak dalam kategorisasi radikal-moderat, fundamentalis-liberal, Islam ekstrem-Islam rahmatan, Islam garis keras-Islam Toleran dan istilah lain yang sepintas ilmiah tetapi sebenarnya tidak ada dasarnya dalam Islam. (13)

Wallahu'allam bishowab

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun