Tak terasa malam menggantikan siang. Ketika anakku harus dirawat karena dehidrasi dan perlu diinfus. Pemeriksaan pertama datang dokter wanita tidak dijilbab memeriksa anak saya. "Harus banyak minum susu pak" sarannya. ternyata tidak harus berjilbab untuk tampil menjadi feminim dan penuh kasih sayang. Tengah malam suster mengantarkan gelas berisi susu bubuk ke kamar perawatan anak saya. "Kenapa nggak dikasih air, sus? " tanya saya. bukan apa-apa, kami tidak persiapan membawa termos air panas. " Biar bisa diminum kapan aja pak. kalo dikasih air, diminumnya belakangan ntar basi" suster menjelaskan maksudnya. " Jangan kuatir dehidrasi pak, kan sudah diinfus" tambahnya sambil pergi berlalu.
Tidak lama kemudian anak saya kebetulan pengen minum susu. Saya beranjak pergi membawa gelas yang berisi susu bubuk itu ke ruang perawat. di depan ruang perawat saya berpapasan dengan dokter jaga yang memeriksa anak saya tadi . Sepertinya dia mau pulang. "Mau minta air dok" kataku seramah mungkin.
"Oh silahkan, padahal nggak usah repot-repot kesini, panggil suster aja?" "Suster!" panggilnya. Keluar seorang suster. "Silahkan ke suster aja! saya pulang dulu"
Berbarengan dengan kepulangan dokter, rombongan suster berpakaian putih2 dari jilbab sampai sepatu datang mengganti shift suster sebelumnya. Mereka berpapasan dan bersapa dgn dokter dan kemudian masuk ruangan suster. Setelah suasana gaduh lewat, saya pun memberikan gelas kepada suster yang sudah tadi berdiri. Tanpa disangka suster itu menolak gelas , "ntar liat dulu" sambil berjalan menuju ruang suster. Aku ikuti langkahnya mendekati ruangan suster. Dari luar kulihat dua unit dispenser dengan gallon penuh air. Benakku menduga dispenser tersebut 1 untuk paramedis dan 1 untuk pasien.Dari dalam ruangan terdengar paramedis membicarakan sesuatu tetapi kurang jelas terdengar. "samar-samar terdengar dispenser 1 buat shift 1, dispenser 2 bwt shif 2" perawat itupun kembali keluar dan bilang " kami tidak melayani permintaan air pak?". Seperti disambar petir di malam hari. Segelas air yang sudah dikira pasti akan didapatkan menjadi hancur. "Terus saya harus kemana di malam gulita begini?" "Banyak pak, di sebrang rumah sakit banyak warung yang buka" jawabnya datar. Kulihat muka suster dalam-dalam." masihkan punya nurani?" Sekilas kulihat jilbab putihnya dan berkata dalam hati " Mengapa kamu lebih mementingkan simbol berjilbab daripada berprilaku pancasila?" Aku tahu suster yang berdiri didepanku barulah syetannya, masih ada rombongan iblis berjilbab putih di dalam kamar perawat yang tidak peduli akan pasiennya. Kita membayar mereka tetapi begitulah balasan pelayanan dari mereka. " Tidak ada larangan menutup rambutnya dengan jilbab, tapi janganlah hatinya pun ikut ditutupi. janganlah menjilbabi nuraninya"
Ketika mengingat anakku yang sedang dehidrasi menunggu susu , aku langsung beranjak ke luar rumah sakit. Tidak seperti yang dikatakan oleh suster, ternyata sudah banyak warung yang tutup. Ada satu warung mie rebus dan bubur kacang buka. Tengah malam seperti itu, warung dijaga oleh permpuan dengan rambut sangat pendek dan tingkahnyapun seperti tomboy. Kuperhatikan ada tatto di tangannya. Apapun yang terjadi , yang jelas aku merasa lega. Tapi aku baru inggat, dompetku masih tertinggal di kamar perawatan. Aku ragu untuk membeli " Teh beli air hangat setengah gelas, tapi dompetnya ketinggalan" aku memohon.
"Udah pak, nggak apa-apa. cuma air aja. gratis" Penampilan wanita tomboy itu ternyata berhati mulia.
Mudah-mudahan syetan dan iblis berjilbab putih membaca dan membukan jilbab hatinya.
Gambar dibawah merupakan ilustrasi wanita berjilbab cenderung bisa menjadi teroris dibandingkan yang tidak berjilbab
http://www.news.com.au/world-news/has-the-taliban-created-a-burqa-brigade-of-female-fighters/story-fndir2ev-1226505106706