Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

AJI

14 Maret 2015   23:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:39 7 0
Namanya adalah aji, badan nya gempal dan subur dibanding teman teman sekelasnya, muka nya bulat dengan mata sipit yang terhimpit pipi tembem nya. aku senang memandangi wajahnya, lucu, dan tak pernah sekalipun terlihat murung. ketika berjalan, ia harus menggeser kaki kirinya karena kaki kirinya memang tak sempurna seperti kaki kanannya.

“kenapa terlambat Ji?” tanyaku
“maap bu, Aji kesiangan. tadi juga lari lari bu, tapi tetep kesiangan”
“kaki mu kenapa Ji? capek karena lari lari ya?” godaku
“ibu, kaki Aji memang begini. kata mama memang dari lahir panjang nya beda beberapa senti”
Aku merasa amat bersalah padanya, bagaimana bisa aku membicarakan tentang kekurangan nya didepan kelas? merasa bersalah pada diriku sendiri, bagaimana bisa seorang guru tidak mengetahui keadaan siswanya. Ah, maapkan ibu ya Ji…

Aji, setiap guru sering jengkel dibuatnya. bagaimana tidak, dengan badan sebesar itu aji ku tidak pernah mau duduk manis dibangkunya. selalu berputar putar mengitari kelas, seperti bola bekel yang lincah dan tak bisa diam. ketika pertama kali bertemu dengan nya dikelas, memang itulah yang terjadi, berputar dan berputar, melempar kertas, mencoreti buku, mencubit dan hal hal lain yang membuat guru-guru geram dibuatnya.

Ketika itu, aku sedang menerangkan tentang simple present tense dikelas, badan besar nya di tubruk tubrukkan pada teman nya, lalu ia melempari anak anak perempuan dengan gulungan kertas yang ia buat seperti bola. Berkali kali aku mengingatkan nya untuk duduk dan memperhatikan, namun hanya lima menit saja aku berhasil membujuk nya diam, setelah itu Aji akan kembali membuat ulah.

“Aji, kamu bisa diam Ji? kasian teman yang lain kalau kamu ganggu terus.” ucapku tegas padanya
“Aji diem ko bu, mereka nya aja yang ga mau diem” jawabnya dengan suara yang ia buat menyerupai sinchan, kelas riuh mendengar jawaban nya.

Aku hanya tersenyum, memaksakan diri untuk tersenyum tepatnya. lalu berusaha menjinak kan nya sebisa yang aku bisa.

Namun sudah beberapa hari ini Aji tak datang kesekolah tanpa kabar, ketika aku berusaha menghubungi telepon rumah nya, telpon nya tak pernah diangkat. ada rasa kehilangan yang sangat ketika aku tak bisa bercengkrama dengan nya setelah jam pelajaran usai, aku merindukan tawa nya, merindukan pipi tembem nya, merindukan ulah jail nya dikelas.

Pada hari ke tujuh, pamannya datang ke sekolah. menemuiku membicarakan keadaan Aji yang sudah seminggu ini dirawat dirumah sakit. juga menyampaikan keingin Aji untuk bertemu dengan ku.

Tepat jam satu siang ketika jam pelajaran usai, aku bergegas menuju rumah sakit dimana Aji dirawat, memburu ruang Kenanga no 3. terpaku di luar ruangan membaca namanya, membayangkan sosok nya yang selalu ceria.

Aku mengetuk ruangan, menunggu beberapa saat sampai akhirnya ibu Aji membukakan pintu…
“Selamat siang bu”
“Bu Sinta, akhirnya ibu datang, Aji selalu menanykan ibu pada saya.” ada seulas kebahagiaan dalam matanya, tangan nya menarik ku untuk segera masuk kedalam, aku mengikutinya. dalam ruangan bercat putih itu aku melihat Aji ku terbaring lunglai diatas ranjang, masih menggunakan infus yang dipasangkan di tangan kirinya.

Aji terlihat tidur dengan pulas. dengan bahasa isyarat, ibunya mengajakku untuk duduk di kursi yang terletakdisudut ruangan. aku menghampirinya lalu duduk dihadapan nya.

“Bu Sinta, terimakasih banyak mau datang menemui Aji” air mata nya meleleh dipipinya yang sudah dari tadi terlihat basah

“Aji pasti senang sekali melihat ibu datang, tungggu sampai Aji bangun ya bu” pintanya
“Pasti bu, saya pun sangat merindukan nya. kelas saya sepi ketika beberapa hari ini dia tidak masuk” jawabku

“mamaaaaa”  ibu nya beranjak tergesa menuju ranjang nya
“liat nih Ji, siapa yang datang” ucapnya sembari mengusap air mata
aku menghampirinya, mengecup pipi nya lalu berdiri disamping ranjang
“cepat sembuh ya sayang, cepat kembali ke sekolah, semua teman menunggu mu Ji, mereka semua merindukan kamu” bisik ku ditelinganya

“Bu, maapkan Aji ya bu, Aji selalu membuat keributan dikelas”

“tidak apa apa Ji, semua murid juga melakukan hal seperti itu.”
“Bu, sekarang kaki Aji sudah tidak ada, Aji sudah tidak bisa lari lari didalam kelas, mulai sekarang, Aji pasti akan duduk manis Bu” ucap nya

Aku hanya tersenyum padanya, berusaha menyembunyikan kesedihan yang tertahan dikerongkongan, berusaha membuat pertahanan untuk air mata agar tak pernah mengalir dihadapan nya, berusaha menjadiguru yang selalu menenangkan hatinya.

Seandainya kanker tulang itu tak pernah membuat kaki kiri Aji meradang dan harus diamputasi, seandainya aku punya kesempatan kedua untuk mengejar ngejar nya didalam kelas, seandainya aku mempunyai kesabaran yang lebih dari ini semua…

ah Aji, maafkan ibu… maafkan untuk hal yang tak pernah ibu cari tahu tentang mu, maafkan untuk setiap perintah agar kamu duduk manis dikursi mu, maafkan untuk ketidak sabaran ibu ketika mengajarmu. maafkan…

“kenapa ibu diam?” tanyanya lirih
aku tak menjawab, langsung memeluk nya, dengan seluruh hatiku.

*cimahi,26 januari 2011

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun