Saat memasuki trimester terakhir kehamilan (bulan ke-7), saya dinyatakan mengalami diabetes gestasional (GD). GD adalah jenis diabetes yang disebabkan perubahan hormonal selama kehamilan. Sekitar 3-20% wanita hamil dapat mengalami GD. Ini berarti GD bisa dialami oleh 1 dari 5 wanita hamil; tergantung ada tidaknya faktor risiko. Dalam kebanyakan kasus, GD akan hilang dengan sendirinya setelah bayi lahir. Namun, wanita hamil yang mengalami GD akan memiliki risiko tinggi mengalami diabetes pada kehamilan berikutnya, atau menjadi diabetes di kemudian hari. Saya terkejut saat dinyatakan hasil screening kadar gula darah tinggi dan saya harus menjalani tes toleransi glukosa oral (oral glucose tolerance test). Meskipun saya akui saya sangat suka makanan yang manis, saya selalu memperhatikan pola makan dan memiliki berat badan normal. Setelah dievaluasi, rupanya ras Asia, kehamilan di usia di atas 32 tahun, dan memiliki riwayat keluarga diabetes merupakan faktor risiko mengalami GD.
Dari hasil survei tahun 2008/09, hampir 2,4 juta (6,8%) orang di Kanada mengalami diabetes. Karena pasien diabetes memiliki angka kunjungan dokter dan perawatan di rumah sakit yang lebih sering, serta dirawat dalam periode yang lebih lama di rumah sakit, dampak diabetes terhadap biaya pelayanan kesehatan dan ekonomi sangat besar. Oleh karena itu, pemerintah provinsi Quebec mengadakan program khusus untuk pasien diabetes, termasuk pasien GD. Saya bisa dikatakan "beruntung" berkesempatan menjalani program tersebut dan sangat terkesan dengan begitu komprehensifnya program yang dijalankan.
Saya dirujuk ke klinik khusus di mana dokter kandungan, ahli endokrin, dan ahli gizi bekerja sebagai tim untuk memantau pola makan, kadar gula darah, dan pertumbuhan janin. Pada kunjungan pertama, seorang perawat yang terlatih menjelaskan bagaimana cara menggunakan alat pengukur gula darah dan saya diberikan satu set alat dengan cuma-cuma! Setiap pasien diminta untuk melakukan tes di rumah empat kali sehari: sebelum sarapan, dan satu jam setelah sarapan, makan siang, dan makan malam. Selanjutnya saya bertemu dengan seorang ahli gizi yang menjelaskan tentang kelompok makanan, bagaimana membuat menu sehat dan rendah karbohidrat, serta bagaimana membuat food diary (catatan apa yang kita makan). Saya juga di-USG dan dokter kandungan mengevaluasi kondisi kehamilan.
Setiap dua minggu saya datang ke klinik untuk tes gula darah di laboratorium (setelah puasa dan 1 jam setelah makan). Pada saat yang sama saya juga harus memeriksa kadar gula dengan alat yang diberikan. Tujuannya untuk cross-check apakah saya melakukan tes gula darah dengan benar di rumah. Saya juga bertemu dengan ahli gizi yang memeriksa food diary dan mengevaluasi apakah kadar gula fluktuatif dan naik setelah makan makanan tertentu. Ia memberikan tips agar pilihan makanan kita sukai sesuai dengan aturan diet rendah karbohidrat. Pada prinsipnya, saya boleh makan 6-8 porsi kelompok pati (misalnya nasi, roti, mie), 3-5 porsi buah-buahan, 2-6 porsi sayuran, 3-5 porsi susu atau alternatif (misalnya yogurt dan keju), 7-9 porsi daging atau alternatif (misalnya ikan, ayam, tahu), dan konsumsi lemak secara moderat. Satu porsi setara dengan 15 g karbohidrat. Bagaimana cara mengukurnya? Beberapa contoh, nasi satu porsi ukurannya sekepalan tangan sedangkan satu bungkus mie instan setara 2 porsi. Satu lembar roti dengan selai manis juga setara 2 porsi. Untuk yang suka makanan yang digoreng, satu sendok makan minyak goreng setara 1 porsi. Kita juga bisa dengan mudah memeriksa nilai gizi pada paket makanan! Nah, kita harus membagi rata seluruh porsi untuk sarapan, makan siang dan malam dan tiga kali selingan. Saya cukup beruntung bisa mengontrol kadar gula dengan diet, tanpa injeksi insulin.
Saya akui diet rendah karbohidrat ini "siksaan" bagi orang yang suka makanan manis seperti saya! Dulu saat saya bekerja sebagai dokter umum di klinik, saya sering mengajarkan pasien diabetes tentang diet yang baik. Hanya sebagian kecil pasien yang dengan taat menjalani diet tersebut dan sekarang saya bisa berempati pada mereka. Kita sebagai orang Asia umumnya makan nasi tiga kali sehari, dan membatasi makan nasi hanya sekepalan tangan sangatlah sulit! Tetapi wanita hamil akan melakukan apa pun demi keselamatan si jabang bayi dan saya pikir inilah kunci keberhasilan diet rendah karbohidrat pada pasien GD. Jika tidak dikontrol, pasien GD berisiko tinggi melahirkan bayi besar (makrosomia atau bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4 kg), yang akan menyulitkan persalinan.
"Training" intensif selama 3 bulan ini membuat kita memiliki pola makan yang sehat. Saya bersyukur bisa makan makanan manis lagi tanpa harus khawatir kadar gula darah melonjak tinggi, tetapi secara sadar saya selalu membatasi asupan karbohidrat. Kalau saya ingin makan banyak karbohidrat, saya imbangi dengan aktivitas fisik untuk membakar extra kalori. Jadi, bagi saya pengalaman GD merupakan suatu suatu berkah tersembunyi. Semoga pengalaman ini juga berguna untuk Anda, dengan atau tanpa diebetes!
Link penuntun diet sehat: http://www.diabetes.ca/diabetes-and-you/healthy-living-resources/diet-nutrition