Oleh : Etty Lismiati
Sebuah mushola yang berada di sebuah tempat di Jakarta, penunjuk tempat wudhu hanya bertuliskan "ikhwan" dan yang satu lagi "ahwat", tanpa gambar. Tidak heran jika ada sekelompok remaja perempuan yang ingin berwudhu kebingungan dan berbisik dengan sesamanya, kita ini akhwan atau akhwat ya… ? Sama-sama tidak paham, mereka tentu saja mesti celingukan dulu sebelum memasuki ruangan itu.
Kepolosan pertanyaan mereka mungkin bisa membuat sebagian orang tersenyum. Sebagian lain mungkin mengernyitkan dahi, kok istilah sederhana begitu tidak dipahami remaja jaman sekarang. Bahkan yang lebih parah lagi jika sampai mempertanyakan, anak-anak itu muslim bukan sih? Lhooo…kok ?! Tapi, memang bisa saja orang lain sampai kesana pikirannya
Penunjuk kamar kecil alias toilet umum, tanpa dilengkapi gambar, tentu saja tidak memenuhi kaidah standar komunikasi di ruang publik. Faktanya tidak semua orang mengerti istilah-istilah dalam bahasa Arab. Lagi pula, Indonesia punya bahasa kesatuan, Bahasa Indonesia. Kenapa mesti menggunakan bahasa Arab, ya... ? Saya mencermati fenomena penggunaan bahasa Arab dalam komunikasi dan pergaulan ditengah masyarakat yang majemuk ini, tidak lagi sekedar menunjukkan identitas keislaman, melainkan sebuah gejala eksklusivisme kelompok. Apakah dengan menggunakan bahasa Indonesia, nilai keislamannya jadi kurang afdol? Bahasa adalah salah satu bentuk budaya. Budaya Arab tidak selalu identik dengan budaya Islam. Apakah untuk menunjukkan identitas muslim, berarti harus mengadopsi berbagai hal bercirikan Arab ?
Bukan saja bahasa Arab, begitu juga dengan bahasa Inggris. Diberbagai sudut kota, bentuk-bentuk penamaan pun, dituliskan hanya dalam bahasa Inggris saja. Seolah jika dituliskan dalam bahasa Indonesia takut terdengar kampungan. Yang paling aneh, jika bahasa Inggris diserap semaunya ala Indonesia, misalnya “check it out”, yang penulisannya menjadi “cekidot”. Entah maksudnya biar terdengar lucu atau apa.
Banyak orang yang merasa lebih keren, jika menyelipkan sepatah dua patah kata bahasa Inggris dalam obrolannya, meskipun padanannya dalam bahasa Indonesia juga ada. Sepertinya tidak ada kebanggaan menggunakan bahasa Indonesia. Diakui memang, bahasa Inggris sebagai bahasa internasional, namun pengunaanya di ruang publik, jangan sampai menenggelamkan penggunaan bahasa Indonesia. Mestinya tetap menjunjung tinggi penggunaan bahasa persatuan kita. Misalnya dihotel-hotel dan gedung pemerintah, alangkah baiknya jika tetap menggunakan bahsa Indonesia, yang dilengkapi juga dengan terjemahan Inggrisnya. Ini justru akan menambah khasanah pengunjung negara lain, yang menapakan kaki di negara ini terhadap budaya dan jati diri bangsa kita.