Itulah sedikit ilustrasi yang dapat saya gambarkan ketika berada di tebing Mangunan. Daerah ini terletak di pegunungan Mangunan tepatnya di daerah Imogiri. Dari pasar Imogiri kita mengambil route yang menuju Dlingo. Akses untuk pergi ke sana pun sangat mudah, tidak banyak belokan, jalannya yang rata dan tempatnya yang berada di pinggir jalan. Sehingga siapapun dapat mudah menemukannya.
Tempatnya yang sejuk dan areanya yang luas mampu memanjakan mata kita untuk melihat keindahan senja. Bisa dikatan tempat ini sangat cocok untuk refreshing bagi warga kota yang setiap harinya hanya meliat bangunan-bangunan bertingkat. Apalagi ketika bulan purnama, indahnya senja ditambah hadirnya bulan membuat kita kagum terhadap keindahan alam yang satu ini. Daerah ini hampir sama dengan bukit bintang yang berada di jalan Wonosari. Hanya saja di tebing Mangunan lebih di dominasi dengan hamparan hijau pepohohan, sehingga masih benar-benar terasa alami.
Daerah ini pun masih terbilang alami, belum ada tangan manusia yang mencampurinya. Hanya saja tebing ini terjadi karena bekas galian batu kapur, namun membuat daya tarik tersendiri yang mampu memikat hati bagi para penggemar wisata alam. Jika kita ke sana di siang hari akan terasa panas karena belum ada tempat untuk berteduh dari panasnya matahari. Daerah ini memang belum dikelola oleh siapapun. Namun jika dikelola dengan baik, dengan diberikan beberapa fasilitas, semisal restoran, taman atau area bermain, akan sangat berpotensi untuk dijadikan tempat wisata.
Ketika saya datang ke tebing Mangunan ini, di sana terdapat beberapa orang yang sedang menikmati keindahan alam juga. Belum banyak orang yang berkunjung ke daerah tersebut, karena memang daerahnya yang jauh dari perkotaan dan tidak berada di tempat keramaian. Jalan yang digunakan untuk mengakses ke sana pun masih terbilang sepi, karena hanya dilewati oleh masyarakat Dlingo, Mangunan, dan masyarakat sekitar yang ingin bertransaksi jual-beli di pasar Imogiri atau melakukan kegiatan lainnya.
Beberapa fenomena keindahan disajikan di tebing ini, diantaranya adalah bias sinar matahari yang sedang tenggelam sehingga menggambarkan warna kemerahan di beberapa sudut langit. Fenomena ini dapat dilihat dengan jelas oleh mata kita. Ditambah dengan sejuknya angin sore yang membuat hati kita merasa tentram berada di tebing ini. Selain itu, kita juga dapat melihat bulan dengan jelas dan terasa dekat dengan kita. Tentunya fenomena ini akan terjadi ketika bulan purnama. Untungnya saya datang berkunjung ke tebing tersebut pada waktu yang tepat, tidak terlalu sore dan saat bulan purnama. Sehingga saya dapat menikmati dua fenomena alam, yaitu bias cahaya matahari yang sedang tenggelam dan bulan purnama, dengan sangat jelas. Belum lagi warna hijau pepohonan yang menandakan keasrian daerah ini.
Semakin lama, waktu pun makin bertambah. Sambil menikmati fenomena ini tak terasa waktu pun sudah mulai gelap. Namun saya masih dapat melihat samar-samar karena cahaya bulan purnama mampu sedikit menerangi lingkungan sekitar. Seiring gelapnya hari, terlihat bintik-bintik cahaya lampu kota yang menambah suasana damai di hati. Walaupun cahaya lampu yang terlihat tidak sebanyak di bukit bintang, namun sudah mampu memanjakan mata kita yang seharian lelah melihat gedung-gedung bertingkat.
Sayangnya, saya berada di tebing itu tidak sampai malam,hanya sampai sekitar jam 18.15 WIB, karena dituntut untuk mengisi perut dan di sana memang belum ada fasilitas apapun. Daerah tersebut memang masih benar-benar alami. Yang saya harap, pemerintah setempat dapat mengelola daerah tersebut, sehingga dapat menjadi potensi wisata dan dapat menambah pendapatan bagi pemerintah itu sendiri. Dan tak lupa saya juga dapat berkunjung ke sana sampai malam hari, sehingga dapat menikmati keindahan bulan purnamanya.