Saat itu, saya menggunakan maskapai ini. Jenis Boeing 777. Masuk ke pesawat, mencari tempat duduk saya di kelas ekonomi. Lalu saya duduk menunggu pesawat lepas landas. Saat itu saya sedang sedih. Menangisi sebuah perpisahan. Biasa lah, dalam sebuah perjalanan ada perpisahan. Tidak terasa air mata mengambang di pelupuk mata.
Namun, karena saya bukan orang yang berani naik pesawat, biarpun sedih saya memeriksa apakah pelampung ada di bawah tempat duduk saya. Bagaimana caranya saya keluar dari pesawat jika terjadi apa-apa. Termasuk bagaimana cara membuka pintu pesawat jika tidak ada petugas yang available membukakan.
Mata saya tertuju pada pintu pesawat terdekat. Di dekat pintu ada tulisan prayer room. Baru sekali saya lihat ada tulisan seperti ini di dalam pesawat. Ada rel tirai di sekitarnya. Rupanya ini adalah ruang sholat.
Tiba-tiba seorang crew pria mendatangi saya. Menyodorkan tissue untuk air mata saya. Wah, bagaimana mungkin crew ini melihat saya sedang menangis. Saya menerima tissue, mengucapkan terimakasih. Menyeka air mata saya. Tak lama kemudian, seorang crew pria yang lain lagi datang. Membawakan segelas air. “Are you ok mam?” tanyanya. “I am ok, thankyou”. Dia menunggui saya meminum air. Karena ditunggui, ya saya minum saja. Padahal tidak haus. Crew kembali ke tempatnya. Tak lama kemudian seorang crew wanita datang menemui saya, menanyakan apakah saya baik-baik saja. Apakah ada yang bisa dia bantu dan sebagainya.
Saya jadi heran. Ini air mata seingat saya tidak sampai mengalir di pipi kok cabin crew pada berdatangan merubung saya. Apa jadinya kalau saya nangis bombay? bisa-bisa pilot yang mendatangi saya.
Perhatian cabin crew Malaysia Airline ini berkesan bagi saya. Mereka sangat baik. Semoga pesawat yang hilang bisa segera ditemukan. Semoga semua selamat.
.
- Esther Wijayanti -