Namun, apakah kebenaran itu mudah untuk diketahui? Apakah kebenaran itu selalu terlihat jelas di depan mata kita? Apakah kebenaran itu bisa dibuktikan dengan logika dan ilmu pengetahuan? Jawabannya adalah tidak. Kebenaran itu seringkali tersembunyi, terdistorsi, atau terabaikan oleh manusia. Kebenaran itu membutuhkan kepekaan, kejujuran, dan kesabaran untuk ditemukan. Kebenaran itu tidak perlu dibuktikan, ia akan datang dengan sendirinya.
Salah satu tokoh filsafat yang mengajarkan tentang kebenaran adalah Lao Tzu, pendiri Taoisme. Ia mengatakan, "Tao yang bisa diucapkan bukanlah Tao yang sejati. Nama yang bisa disebut bukanlah nama yang sejati." Dengan kata lain, kebenaran itu tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, tidak bisa diberi label atau definisi. Kebenaran itu ada di luar batas bahasa dan pemikiran manusia. Kebenaran itu hanya bisa dirasakan dengan hati dan jiwa.
Lao Tzu juga mengatakan, "Tao yang abadi tidak berubah. Ia tidak berbuat apa-apa, namun tidak ada yang tidak dilakukannya." Dengan kata lain, kebenaran itu tidak terpengaruh oleh waktu dan ruang. Ia tidak memerlukan usaha atau tindakan dari manusia. Ia bekerja dengan sendirinya, tanpa paksaan atau kekerasan. Ia menciptakan dan mengatur segala sesuatu dengan harmoni dan keseimbangan.
Salah satu kutipan yang sesuai dengan ajaran Lao Tzu adalah, "Banyak bicara tanda pengecut, yang benar tiada pernah takut." Kutipan ini mengandung makna bahwa orang yang banyak bicara biasanya tidak yakin dengan dirinya sendiri, tidak percaya dengan kebenaran yang ia miliki, atau tidak mau mengakui kesalahan yang ia lakukan. Orang yang banyak bicara cenderung menutupi kelemahan atau kebohongan dengan omong kosong. Orang yang banyak bicara tidak berani menghadapi konsekuensi dari perkataannya.
Sebaliknya, orang yang benar tidak perlu banyak bicara. Ia cukup berbicara sesuai dengan fakta dan realita. Ia tidak takut dengan kritik atau hinaan dari orang lain. Ia tidak takut dengan ancaman atau bahaya yang menghadang. Ia tidak takut dengan kematian atau kehilangan. Ia percaya dengan kebenaran yang ia pegang, dan ia siap untuk membela dan menjalankannya.
Untuk menjadi orang yang benar, kita perlu melakukan pemaknaan diri yang mendalam. Pemaknaan diri adalah proses untuk mengenal dan memahami diri kita sendiri, baik secara fisik, mental, emosional, maupun spiritual. Pemaknaan diri adalah cara untuk menemukan jati diri, tujuan hidup, dan nilai-nilai yang kita anut. Pemaknaan diri adalah langkah untuk mencapai kesadaran, kebijaksanaan, dan kedamaian.
Pemaknaan diri bisa dilakukan dengan berbagai cara, seperti meditasi, introspeksi, refleksi, doa, dzikir, puasa, atau lainnya. Yang penting adalah kita bisa menenangkan pikiran, membersihkan hati, dan menyelaraskan jiwa dengan kebenaran. Dengan pemaknaan diri, kita bisa menghapus segala keraguan, kebingungan, dan kesalahan yang menghalangi kita untuk melihat kebenaran. Dengan pemaknaan diri, kita bisa mengembangkan potensi, bakat, dan kemampuan yang kita miliki untuk mewujudkan kebenaran.
Salah satu manfaat dari pemaknaan diri adalah kita bisa mendekatkan diri dengan Tuhan, sumber dari segala kebenaran. Tuhan adalah pencipta, pemelihara, dan pengatur alam semesta. Tuhan adalah yang maha tahu, maha kuasa, dan maha adil. Tuhan adalah yang maha kasih, maha pengasih, dan maha penyayang. Tuhan adalah yang maha mendengar, maha melihat, dan maha menolong.
Tuhan tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Tuhan selalu mendengar doa-doa mereka, terutama doa-doa orang yang dizalimi. Tuhan tidak akan membiarkan orang yang dizalimi terus menderita. Tuhan akan memberikan pertolongan, keadilan, dan balasan yang setimpal bagi mereka. Tuhan memiliki strategi yang sempurna dalam membalas doa-doa orang yang dizalimi.
Strategi Tuhan dalam membalas doa-doa orang yang dizalimi adalah rahasia yang hanya Tuhan yang tahu. Manusia tidak bisa mengetahui kapan, bagaimana, dan apa yang akan Tuhan lakukan. Manusia hanya bisa bersabar, berdoa, dan berusaha. Manusia harus percaya bahwa Tuhan tidak akan menyia-nyiakan doa-doa mereka. Manusia harus yakin bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik bagi mereka.
Salah satu contoh dari strategi Tuhan dalam membalas doa-doa orang yang dizalimi adalah kisah Nabi Yusuf. Nabi Yusuf adalah seorang nabi yang sangat tampan, cerdas, dan saleh. Ia dicintai oleh ayahnya, Nabi Ya'qub, tetapi dibenci oleh saudara-saudaranya. Saudara-saudaranya iri dan dengki kepada Nabi Yusuf, sehingga mereka merencanakan untuk membunuh atau menjualnya sebagai budak. Mereka melemparkan Nabi Yusuf ke dalam sumur, dan kemudian menjualnya kepada seorang pedagang yang membawanya ke Mesir. Di Mesir, Nabi Yusuf dijadikan budak oleh seorang menteri yang baik hati. Namun, istri menteri itu mencoba untuk menggoda Nabi Yusuf, tetapi Nabi Yusuf menolaknya. Istri menteri itu marah dan menuduh Nabi Yusuf berbuat zina. Akibatnya, Nabi Yusuf dipenjara selama beberapa tahun. Di penjara, Nabi Yusuf bertemu dengan dua orang tahanan yang bermimpi. Nabi Yusuf menafsirkan mimpi mereka, dan salah satunya keluar dari penjara dan menjadi juru minuman raja. Suatu hari, raja juga bermimpi tentang tujuh sapi gemuk dan tujuh sapi kurus, serta tujuh bulir gandum hijau dan tujuh bulir gandum kering. Raja bingung dengan arti mimpi itu, dan tidak ada yang bisa menafsirkannya. Kemudian, juru minuman raja ingat tentang Nabi Yusuf, dan memberitahukannya kepada raja. Raja memerintahkan untuk membebaskan Nabi Yusuf, dan meminta penafsiran mimpi itu. Nabi Yusuf menafsirkan mimpi itu sebagai pertanda akan datangnya tujuh tahun kemakmuran dan tujuh tahun kelaparan. Nabi Yusuf juga memberikan saran kepada raja untuk menyimpan persediaan makanan selama tujuh tahun kemakmuran, dan menggunakannya selama tujuh tahun kelaparan. Raja terkesan dengan kecerdasan dan kejujuran Nabi Yusuf, dan mengangkatnya menjadi menteri yang mengurus persediaan makanan. Dengan demikian, Nabi Yusuf menjadi orang yang berpengaruh dan dihormati di Mesir.
Kisah Nabi Yusuf menunjukkan bahwa Tuhan tidak pernah lupa dengan doa-doa orang yang dizalimi. Tuhan menguji Nabi Yusuf dengan berbagai cobaan, tetapi Nabi Yusuf tetap sabar, bersyukur, dan beriman.
Baik, saya akan melanjutkan artikel yang saya buat:
```
Tuhan memberikan karunia dan kemuliaan kepada Nabi Yusuf, dan menjadikannya sebagai seorang pemimpin yang adil dan bijaksana. Tuhan juga mengabulkan doa Nabi Yusuf untuk bertemu kembali dengan ayah dan saudara-saudaranya, yang akhirnya menyadari kesalahan mereka dan meminta maaf kepada Nabi Yusuf. Nabi Yusuf pun memaafkan mereka, dan berkata, "Tidak ada celaan atasmu pada hari ini. Semoga Allah mengampuni kamu, dan Dialah Yang Maha Penyayang di antara semua yang penyayang." (Q.S. Yusuf: 92)
Kisah Nabi Yusuf mengajarkan kita bahwa kebenaran tidak perlu dibuktikan, ia akan datang dengan sendirinya. Kebenaran adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari, tidak bisa ditipu, dan tidak bisa dihancurkan. Kebenaran adalah sesuatu yang akan menang pada akhirnya, meskipun harus melewati berbagai rintangan dan tantangan. Kebenaran adalah sesuatu yang akan membawa kebaikan, keadilan, dan kebahagiaan bagi orang yang berpegang teguh padanya.
Oleh karena itu, marilah kita menjadi orang yang benar, yang tidak banyak bicara, tetapi banyak berbuat. Marilah kita menjadi orang yang benar, yang tidak takut dengan apa pun, kecuali dengan Tuhan yang selalu memberi pertolongan, rahmat, dan hidayah tida tara bagi kita semua.