Perilaku menjadikan istri, anak, dan kerabat lainnya sebagai calon pengganti penguasa baik itu sebagai Anggota Parlemen ataupun Kepala Daerah, bagi diri Saya tentunya amatlah ganjil meskipun demokrasi itu "katanya" milik semua orang, tidak mengenal teman ataupun saudara. Siapapun boleh ikut menikmati proses demokrasi dan terlibat didalamnya. Yang bagi Saya lebih aneh lagi adalah, kok bisa-bisanya Pimpinan Daerah yang sudah dua kali menjabat tiba-tiba mencalonkan kembali menjadi Wakil Kepala Daerah. Ditinjau dari ilmu apapun termasuk ilmu alam ghaib bagi Saya tetap saja tidak masuk akal (mungkin saja kapasitas otak Saya teramat kecil) dan bahkan saya berpendapat ko tega-teganya ya orang itu memutar-mutar aturan entah dengan misi melanggengkan kekuasaan atau bisa jadi memang orang itu "Cinta Mati" seperti lagu salah satu band di Indonesia, sama rakyatnya sehingga 2 (dua) periode dirasakan kurang cukup, dan hanya dirinyalah yang paling mengerti apa yang dirasakan rakyatnya ("Ku Tau Yang Kau Mau).
Mungkin saat inipun jika bertemu langsung dengan orang-orang yang berperilaku seperti itu akan saya katakan " Selamat Mas, Demokrasi Telah Anda Penjara", meskipun orang itu akan bilang Saya ini Cuma iri atau memang gak paham hakikat demokrasi. Ketika beberapa waktu yang lalu saya membaca di Kompas bahwa di Labuhan Batu ada Kepala Daerah yang memenangkan Pemilukada hanya dengan uang Rp. 150 Juta, rasanya ingin saja pindah kesana dan menjadi warganya. Tentunya ada harapan terhadap mereka yang mau memperjuangkan nasib rakyatnya tanpa harus menggunakan politik uang dan ada juga keteladanan dari mereka yang secara jujur berjuang meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dengan jalan demokrasi yang benar...... "Selamat bagi warga Labuhan Batu, setidaknya Anda-anda terbebas dari Penjara Demokrasi".