Mohon tunggu...
KOMENTAR
Healthy

Perlukah Dokter Mogok karena Malpraktek?

28 November 2013   15:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:34 658 2
Malpraktek adalah kasus yang sebenarnya umum terjadi. Malpraktek adalah kasus yang sebenarnya umum terjadi. Amerika Serikat adalah salah satu negara yang memiliki pengeluaran kesehatan terbesar di dunia. Jika mengambil data World Bank tahun 2011, pengeluaran kesehatan Amerika mencapai 17.9% GDP, jauh lebih besar dari pengeluaran Indonesia di bidang kesehaatan yang hanya 2.7% GDP. Pengeluaran kesehatan yang sedemikian besar tersebut ternyata salah satunya diakibatkan oleh tingginya tuntutan malpraktek yang terjadi di Amerika. Bayangkan dalam setahunnya terjadi 15.000-19.000 tuntutan malpraktek di Amerika. Sebuah studi terbaru yang diterbitkan di New England Journal of Medicine menemukan bahwa sepanjang karirnya 75% dokter akan mengalami kasus malpraktek. Risiko ini jauh lebih besar dialami oleh spesialiasi dokter yang berurusan dengan pembedahan seperti bedah syaraf, bedah thorax, dan obgyn dimana hampir seluruhnya akan mengalami kasus malpraktek sepanjang karirnya. Terdapat dua hal yang patut menjadi catatan penting disini, pertama adalah walau tuntutan malpraktek sangat sering terjadi di Amerika hanya 2,6% yang berujung pada settlement atau ganti rugi. Artinya sebagian besar tuntutan malpraktek yang jumlahnya mencapai belasan ribu tersebut dokter ditemukan tidak bersalah dan proses hukum hanya akan menghabiskan uang yang jumlahnya sangat besar tidak hanya dari proses persidangan yang menyita waktu dan biaya tapi juga dari praktek defensive medicine yang timbul. Defensive medicine adalah praktek kedokteran dimana dokter memesan berbagai pemeriksaan yang sebenarnya tidak perlu untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam menetapkan diagnosis dan memberikan terapi. Praktik ini diperkirakan menghabiskan tidak kurang dari 55 milyar dolar setahunnya di Amerika Serikat dan hal ini tentunya sebuah permasalahan kesehatan yang akan membebani pasien dan juga negara. Catatan kedua yang perlu digaris bawahi adalah 2,6% tuntutan malpraktek berujung pada pemberian kompensasi dan bukan hukuman pidana. Apakah dokter bisa dipidana? Ya jika dokter tersebut ditemukan telah melanggar standar profesi kedokteran. Misalnya meresepkan obat nyeri diluar indikasi yang berujung pada ketergantungan dan meninggalnya pasien tersebut - seperti yang terjadi pada dokter yang menangani Michael Jackson misalnya. Kasus lainnya yang sangat terkenal adalah dokter yang dengan sengaja membunuh pasien yang ditanganinya seperti dr. Harold Shipman di Inggris. Mereka bekerja diluar kode etik dan standar profesi yang dimiliki sehingga pantas mendapat hukuman pidana. Seorang Professor di Amerika yang saya kenal mengatakan di Amerika kasus malpraktek tidak pernah masuk ranah hukum pidana kecuali jika dalam tindakan medis yang dilakukan terdapat unsur kesengajaan yang melanggar kode etik profesi. Hal yang sama juga berlaku di banyak negara seperti German, Australia, New Zealand, dsb, hanya di Indonesia tampaknya kasus malpraktek berujung pidana. Pada kasus yang menimpa ketiga rekan kami dr. Dewa Ayu SpOG, dr. Hendry Simanjuntak SpOG, dan dr. Hendy Siagian. Bukti persidangan berupa hasil otopsi menemukan bahwa penyebab kematian adalah emboli udara yang dapat timbul sebagai komplikasi tindakan seksio caesaria ataupun proses persalinan itu sendiri. Majelis kode etik kedokteran tidak menemukan adanya pelanggaran standar profesi kedokteran, mereka telah bertindak sesuai prosedur medis yang berlaku di rumah sakit tersebut. Karena hal tersebut mereka diputuskan bebas murni di pengadilan tinggi Menado. Anehnya Jaksa tetap mengajukan kasasi dan diterima Mahkamah Agung. Keputusan MA berbeda 180 derajat dsn justru menganggap mereka lalai hingga menyebabkan kematian seseorang dan patut dipenjara serta dicabut surat izin prakteknya. Artinya semua kerja keras mereka selama belasan tahun belajar kedokteran menjadi sia-sia dan ketiga dokter tidak boleh praktek kedokteran lagi. Dokter tidak akan pernah dengan sengaja menyakiti pasiennya. Tidak seperti praktisi alternatif diluar sana kami tidak menjanjikan hasil tapi hanya bisa menjanjikan usaha terbaik. Hal ini karena dalam setiap tindakan medis terdapat risiko medis yang dapat menyebabkan kematian. Pemberian obat antibiotik suntik saja dapat menimbulkan kematian jika memicu reaksi alergi yang berat (anafilaktik). Apakah setiap menyuntik obat pasien perlu menandatangani pernyataan siap meninggal jika diberi obat?? Risiko tersebut bertambah besar jika keadaan pasien buruk dan jika melibatkan tindakan pembedahan - seperti yang terjadi pada kasus ini.

Defensive Medicine dan Akibatnya

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun