Tak mungkin lagi tidak ada yang mengenali sosok salah satu tokoh pelopor yang terlibat dalam kemerdekaan Indonesia. Beliau adalah dr. Tjipto Mangoenkoersoemo atau sering disebut dengan dr. Cipto Mangunkusumo. Selain menjadi tokoh yang terlibat dalam kemerdekaan Indonesia, juga menjadi seorang dokter. Di Desa Pecangaan Kabupaten Jepara sosok ini dilahirkan pada hari kamis tanggal 04 bulan Maret tahun 1886. Anak tertua dari keluarga seorang priyayi sederhana, ayahnya adalah Mangunkusumo. Ia memiliki 5 adik diantaranya adalah Gunawan, Budiardjo, Syamsul Ma'arif, Darmawan dan Sujitno. dr. Cipto Mangunkusumo beserta adik-adiknya menempuh pendidikan di jalan yang berbeda, seperti halnya beliau dengan ketiga adiknya yaitu Gunawan, Budiardjo dan Syamsul Ma'arif menempuh pendidikan di Stovia (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) atau juga sering disebut sekolah kedokteran yang berada di Batavia. Lain dengan mereka, si Darmawan menempuh pendidikannya di Universitas Delft Belanda, karena Darmawan berhasil mendapatkan beasiswa untuk bersekolah disana dengan mengambil jurusan Ilmu Kimia Industri sedangkan Sujitno menempuh pendidikannya di Rechshoogeschool te Batavia sebagai mahasiswa. dr. Cipto Mangunkusumo sebelum terkenal sebagai seorang dokter ia merupakan lulusan dari Stovia (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) atau juga sering disebut sekolah kedokteran yang berada di Batavia. Tak menunggu lama tahun 1905, setelah dinyatakan lulus dari sekolah kedokteran ia langsung mendapatkan jadwal masa dinas untuk menjadi dokter pemerintahan. Menjalankan masa dinas itu tidaklah mudah dilakukan, karena butuh ketelatenan. Sayang, hanya setahun ia ditugaskan di pemerintahan, beliau di utus untuk menjalankan masa dinas di Demak Jawa Tengah. Disana dr. Cipto Mangunkusumo memberikan pertolongan dan bantuan medis kepada rakyat sekitar tanpa mengharapkan imbalan sedikitpun. Dengan adanya sikapnya yang seperti itu, dr. Cipto Mangunkusumo mendapatkan julukan khusus yaitu dokter rakyat. Sebagai seorang dokter rakyat, ia selain membantu rakyat dengan profesinya tersebut. Beliau juga mendapatkan gelar bintang sebagai Kepahlawanan Belanda atau Orde Van Oranje Nassau dengan alasan dikarenakan dr. Cipto Mangunkusumo telah berhasil memberantas salah satu penyakit yaitu penyakir pes di Kota Malang saat itu juga pada tahun 1912. Namun akhirnya ia melepaskan gelar bintang tersebut dikarenakan tidak memperoleh izin untuk melakukan pemberantasan penyakit yang sama di Kota Solo pada saat itu juga. Karena baginya semua kota wajib mendapatkan pelayanan dari jasa profesinya yang sebagai dokter rakyat. dr. Cipto Mangunkusumo memang bukan berasal dari kalangan priyayi yang berkasta tinggi di lingkungannya. Sebelum ia menjadi seorang dokter, dr. Cipto Mangunkusumo terkenal sebagai sosok seorang guru bahasa melayu di sebuah SD (Sekolah Dasar) di Ambarawa. Ibunya berasal dari keturunan salah satu tuan tanah di Desa Mayong Kabupaten Jepara. dr. Cipto Mangunkusumo adalah seorang yang sangat berkompeten dalam bidang menulis, politik dan aktivis. Ia dikategorikan sebagai pahlawan nasional politik Indonesia. Dari hal itu, dr. Cipto Mangunkusumo menjadi salah satu anggota tiga serangkai, yang beranggota 3 orang diantaranya dr. Cipto Mangunkusumo, Soewandi Soerjaningrat atau sering disebut dengan Ki Hajar Dewantara dan Ernest Douwes Dekker. Tiga serangkai merupakan sebuah organisasi atau tempat yang memberikan manfaat dalam memperluas gagasan-gagasan untuk kondisi pemerintahan yang sedang dilanda kritis dan susah terhadap pemerintahan penjajahan Hindia Belanda. dr. Cipto Mangunkusumo juga adalah tokoh dalam Indische Partij. Dimana Indische Partij ini menjadi tempat pertama kali dengan mencetuskan gagasan-gagasan untuk memajukan pemerintahan sendiri dan bukan untuk pemerintahan Belanda saat itu juga. Selain itu, Indische Partij juga menggunakan jasa dari majalah Het Tijdschrifc dan surat kabar (De Expres) dengan dipimpin oleh E.F.E Douwes Dekker yang memiliki tujuan dalam membangkitkan rasa cinta tanah air kebangsaan. Hal tersebut tidak bertahan lama dikarenakan ketika Indische Partij akan didaftarkan status badan hukumnya dari pihak pemerintah Belanda menolaknya dan telah disetujui oleh Gubernur Jenderal Indenburg. Disahkan oleh Gubernur tersebut pada tanggal 11 Maret 1913. Berjalannya waktu mereka banyak ditentang oleh pihak pemerintahan Belanda dan pada saat itu juga tahun 1913 dr. Cipto Mangunkusumo, Ki Hajar Dewantara, dan Ernest Douwes Dekker ditangkap dan diasingkan oleh pihak pemerintahan Belanda karena sikap yang dilakukan mereka sangat tidak disukai dan mengganggu untuk pemerintahan Belanda. Selama 4 tahun lamanya mereka bertiga diasingkan, pada tahun 1917 mereka baru bisa kembali ke asal semula. Dalam bidang politik dr. Cipto Mangunkusumo dan anggota Tiga Serangkai mencetuskan gagasan-gagasan untuk memajukan pemerintahan sendiri dan bukan untuk pemerintahan Belanda saat itu juga. Hal ini dianggap Pemerintahan Hindia Belanda sangat berbahaya, dan pada tanggal 15 Oktober 1920 mereka melaporkan hal tersebut kepada Dewan Hindia atau (Raad van Nederlandsch Indie). Sehingga dari Dewan Hindia ini mengajukan usul kepada Gubernur Jenderal Indenburg untuk mengusir dr. Cipto Mangunkusumo ke daerah yang tidak menggunakan bahasa jawa dalam berkomunikasi. Pada saat itu, dr. Cipto Mangunkusumo juga dibuang ke daerah Bandung dan dengan syarat tidak diperbolehkan keluar daerah Bandung. Selain Bandung dr. Cipto Mangunkusumo juga diasingkan/dibuang di daerah Jawa, Aceh, Madura, Jambi, Palembang dan Kalimantan Timur tidak membuahkan hasil yang lebih baik. Dengan adanya hal itu, Dewan Hindia mengajukan usul kepada Gubernur Jenderal Indenburg untuk melakukan pembuangan ke Kepulauan Timor. Di Bandung juga dr. Cipto Mangunkusumo juga kembali membuka praktik dokter selama 3 tahun ia mengabdikan ilmu kedokterannya di sini dengan sepeda yang ia punya digunakan untuk keluar masuk kampung untuk mengobati pasien. Selain itu, di Bandung ia juga bertemu dengan salah satu kaum nasionalisme yang lebih muda yaitu Soekarno. Pada tahun 1923 mereka membentuk sebuah persatuan yaitu Algemeene Studieclub. Setelah 4 tahun dibentuk Algemeene Studieclub tepatnya tahun 1927, persatuan tersebut diubah menjadi sebuah partai, yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI). Pada akhir tahun 1926 dan 1927 ada beberapa tempat telah terjadi pemberontakan komunis. Dalam pemberontakan itu, mengakibatkan ada ribuan orang ditangkap dan dibuang. Setelah adanya pemberontakan komunis yang gagal dan terbongkarnya kasus peledakan gudang mesiu di Bandung, dr. Cipto Mangunkusumo dipanggil dan dibuang ke Banda, Maluku pada tahun 1927 tanggal 19 Desember. Dalam pengasingan di Banda, penyakit yang sedang diidap dr. Cipto Mangunkusumo yaitu penyakit asma kambuh. Dengan kondisi yang seperti itu, teman-teman dr. Cipto Mangunkusumo mengajukan usul agar beliau dapat dibebaskan oleh pihak pemerintah Belanda. Dan pemerintah Belanda menyetujui dengan syarat dr. Cipto Mangunkusumo mau menandatangani perjanjian. Dimana isi perjanjian tersebut merupakan beliau bisa bebas dan bisa dipulangkan ke Tanah Jawa dan saat itu juga ia harus melepaskan hak politiknya. Namun hal tersebut di tolak secara tegas oleh dr. Cipto Mangunkusumo. Dan mengatakan lebih baik mati daripada harus melepaskan hak politiknya. Pemerintah Belanda geram terkait ucapan dr. Cipto Mangunkusumo dan seketika beliau dipindah ke Bali dan Makassar. Pada tahun 1940 dr. Cipto Mangunkusumo dipindah ke Sukabumi. Setelah disana, selama 3 tahun ia menahan rasa sakit dari penyakitnya itu dan pada tahun 1943 tanggal 8 Maret ia menghembuskan nafas terakhirnya karena penyakit asma.
KEMBALI KE ARTIKEL