Berjalan sepanjang Universitas Gadjah Mada, sejenak langkahku terhenti. Aku ingin mencandai tapakmu,aha..kau bosan ya berkomplot dengan Adam Smith dan Samuelson. Dan kau pun pasti pernah tertawa kala menulis angka di balance sheet dalam nominal entah milik siapa. Hmm.. lembut hatimu tak akan mungkin jadi predator hukum rimba. Engkau ditakdirkan menjadi penyelam kehidupan yang terdalam dan penafsir rahasia kefanaandi usiamu yang tak perlu menunggu renta, adikku.
#
Aku tersenyum memandang rona remaja anakku diantara kerumunan mahasiswa Geofisika, “ Mama, betapa ajaibnya helai demi helai lapis bumi,” serunya seraya membentangkan gambar seismic“
“ O’ serupa lapis legit,” candaku
#
Bulaksumur termangu dalam bisu. Pohon-pohon tegak menjulur ke langit beku. Semak-semak murung sebelum bertemu fajar. Daun-daun melepas selimut kabut tipis di selasar cahaya pagi.Kehidupan bergulir di akar diri. Mencerap seluruh saripati yang mengaliri tubuh dengan duka dan bahagia dalam siklus cuaca yang tak terjamah nalar manusia.
#
Kuhimpun seluruh wajah orang-orang yang kukasihi. Samar angin menerbangkan menerbangkan suara silih berganti,
“ I’m so glad to have you, ReallyI am .”
“I love you, mama. I miss you.”
“ I promise I'll be okay, Teteh. The bestI can.”
“ I’ll prove to you, mama. Yes I can.”
#
Hembusan suara manis itu esok akan datang dan pergi, serupa aku pun akan kembali.
Sejati, aku telah mencoba persiapkan diri dalam penerimaan iman untuk dekapan masa lalu dan pelepasan pada musim desauan daun berguguran dalam kedamaian.
#
Dan, pada setiap embun di helai rumput yang membentang di pelataran taman, kemana pun pandanganku tertumbu dan kualihkan, yang kulihat hanyalah bening wajahmu.