Erma Noviana Pratiwi
Magister Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta
ermanoviana.pr@gmail.com
Iradah artinya berkehendak. Maksudnya, Allah SWT berhak menentukan ada atau tidak adanya sesuatu. Dalil sifat Iradah dijelaskan dalam Alquran surat Al-Buruuj ayat 16 yang artinya "Allah Maha berkehendak atas apa yang Ia inginkan". (QS. Al Buruuj:16)
Dikutip dari buku Manfaat Dahsyat Dzikir Asmaul Husna oleh Syaifurrahman El-Fati, ayat tersebut menegaskan bahwa Allah SWT adalah yang Maha menentukan lagi Maha berkehendak.
Maka Ahlus Sunnah wal Jama'ah mengimani dan menetapkan bahwa Allah Ta'ala memiliki sifat Iradah dan Masyi'ah sesuai dengan ketinggian dan kemuliaan-Nya. Sifat Iradah dan Masyi'ah yang disebutkan dalam al-Qur'an dan aS-sunnah ada dua macam:
1. Iradah Qadariyah (kauniyah)
2. Iradah Syar'iyyah.
Iradah Qadariyah
Iradah Qadariyah adalah kehendak Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam masalah taqdir.
Dalam Iradah qadariyah ini, apa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala kehendaki pasti akan terjadi dan apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"...seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berperang. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya." (Al-Baqarah: 253)
Juga firman-Nya:
"Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit." (al-An'aam: 125). Yang demikian karena kekuasaan Allah yang mutlak. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Diantara (ayat-ayat) tanda-tandaNya ialah menciptakan langit dan bumi dan makhluk-makhluk yang melata Yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan jika Dia berkehendak untuk mengumpulkannya, maka dia Maha Kuasa." (asy-Syuuraa: 29)
Jika Allah Subhanahu wa Ta'ala menghendaki untuk menjadikan sesuatu, Ia berkata: , yang bermakna "jadilah", maka terjadilah apa yang dikehendaki-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
"Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia. "(Yaasiin: 82)
Iradah Syar'iyah
Iradah Syar'iyah adalah kehendak Allah dalam menentukan hukum-hukum syariat.
Allah memiliki hak mutlak dalam menentukan syariat sesuai dengan apa yang Allah kehendaki. Hanya Allah-lah yang menentukan yang halal dan yang haram. Mana yang wajib dan yang tidak wajib dan seterusnya. Tidak ada satu mahluk pun yang berhak untuk memprotes hukum-hukum Allah yang telah dikehendaki-Nya.
Oleh karena itu seluruh apa yang telah Allah perintahkan dalam syariat-Nya adalah merupakan kehendak Allah dalam iradlah syar'iyah yaitu yang diridlai dan dicintai-Nya seperti keimanan, ibadah, amal shalih dan lain-lain.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Dihalalkan bagi kalian binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepada kalian. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kalian sedang mengerjakan haji. Sesungguh-nya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya." (al-Maa'idah: 1)
Demikian pula ayat Allah yang menyata- menghendaki untuk para hamba-Nya kemudahan dan tidak menghendaki adanya kesulitan bagi para hamba-Nya. Sebagaimana firman-Nya:
"...Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian... "(al-Baqarah: 185)
Maka barangsiapa yang mentaati Allah, dia akan mendapatkan kemudahan, sedangkan ahlul bid'ah yang menambah ajaran agama ini akan mendapatkan kesulitan.
Iradah Syar'iah ini merupakan kehendak Allah dalam memerintahkan sesuatu atau melarangnya. Dalam hal ini tentu saja, ada di antara para hamba-Nya yang taat kepada perintah-Nya dan ada pula yang bermaksiat kepada-Nya.
Iradah adalah sifat yang menentukan terjadinya satu di antara dua kemungkinan yang berlawanan. Misalnya, putih berlawanan dengan hitam, gelap berlawanan dengan terang, atas berlawanan dengan bawah dan lain sebagainya. Kehendak Allah tidaklah sama dengan kehendak manusia. Ada perbedaan mendasar antara kehendak manusia dengan kehendak Allah. Kehendak manusia tidak sama dengan Iradah Allah. Ada beberapa perbedaan kehendak makhluk dengan Iradah Allah, antara lain:
1.Kehendak makhluk ditentukan oleh Iradah Allah.
2.Kehendak makhluk diciptakan oleh Iradah Allah.
3.Kehendak makhluk tidak mempunyai daya kekuatan untuk mewujudkan apa yang dikehendaki.
4.Kehendak makhluk hanya menetapkan ikhtiar, sementara keputusan tetap pada taklif Allah.
Selanjutnya, Iradah Allah mempunyai tiga hubungan dengan kehendak makhluk, antara lain:
1.Shalihi Qadim, artinya Iradah Allah mampu menentukan sesuatu yang belum terjadi
2.Tanjizi Qadim, yaitu sifat Iradah Allah mampu menentukan setiap kejadian alam yang ada. Baik proses kejadiannya, menghilangkannya, maupun tanda-tandanya.
3.Tanjizi Hadist, artinya menentukan yang sudah dipastikan.
Ada dan tidak adanya makhluk bukan karena kuasa Allah melainkan karena kehendak Allah. Esensi dari sifat Iradah yaitu Allah tidak mengharapkan sesuatu yang bermanfaat bagi-Nya. Orang yang selalu berdoa, besarnya kasih sayang, adanya kebencian, tekunnya seseorang, kerasnya kemauan, bukanlah penyebab motivasi Iradah Allah. Namun, sifat Iradah Allah dapat bersamaan dengan kerasnya kemauan makhluk atau bersamaan dengan perputaran Alam.
Setiap Muslim wajib beriman kepada sifat Iradah Allah dengan cara sabar, tawakal, syukur, dan ikhlas. Ada beberapa dampak dari mengimani sifat Iradah. Dikutip dari buku Filsafat Iman dan Filsafat Ilmu Manajemen dampak iman dari sifat Iradah yakni,
1. Seseorang yang beriman kepada sifat Iradah akan menyerahkan segala harapannya kepada Allah agar senantiasa diberi petunjuk ke jalan yang lurus.
2. Tidak akan lari dari Allah atas segala kejadian yang menimpanya.
3. Akan berserah diri terhadap segala keputusan Allah bersamaan dengan sabar, tawakal, ikhlas, dan selalu bersyukur.
4. Menggunakan segala ikhtiar yang telah diberikan kepada Allah pada jalan yang diridhoi dan menjauhi larangan-Nya.
Iradah dalam ajaran Islam memberikan perspektif terhadap keinginan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal ini dijelaskan dalam Ajaran Makrifat Syekh Siti Jenar tulisan Abu Jafar Alqalami, yaitu: "Ada yang berpendapat bahwa iradah adalah cara manusia berkonsentrasi kepada Allah SWT. Iradah merupakan amalan atau latihan seseorang yang menempuh jalur makrifat (pendekatan menggunakan akal) agar dapat menyatukan perasaan dan kehendaknya kepada Allah SWT"
Masih dari riwayat yang sama, Abu Ali ad-Daqaq pernah menyatakan bahwa: "Aku ditimpa kerinduan dalam sanubari, sengatan terhadap hati, cinta yang menyala-nyala dan membakar nurani, kecemasan yang menggedor batin, api cahaya yang membakar kubah hati. Di dalam permulaan kerinduan-ku, aku dalam keadaan terbakar di tungku perapian iradah" (Al Qusyairi).
Dari riwayat di atas maka bisa ketahui bahwa hati dan keinginan manusia atau iradah dapat diubah maupun diputar balikan sesuai dengan kehendak Allah SWT. Bisa saja iradah itu timbul maupun tenggelam berdasarkan kehendak Allah SWT.
Referensi:
(QS. Al Buruuj:16)
(Al-Baqarah: 253)
(al-An'aam: 125)
(asy-Syuuraa: 29)
(Yaasiin: 82)
(al-Maa'idah: 1)
(al-Baqarah: 185)
Manfaat Dahsyat Dzikir Asmaul Husna oleh Syaifurrahman El-Fati
Buku Filsafat Iman dan Filsafat Ilmu Manajemen