Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

A Rebellious Woman

24 Agustus 2010   01:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:46 132 0
Waktu hari kartini bulan april yang lalu salah seorang teman mengupdate statusnya di facebook, mengomentari tentang perayaan hari Kartini, intinya menurut dia, ngapain sih Hari Kartini dirayakan, Kartini kan cuma curhat sambil nangis nangis di diary, hebatan cut nyak dien!. Saya berpikir teman saya ini pernah benar benar membaca surat surat kartini tidak sih.
Mungkin kalau saya belum membaca bonus buletin tentang kartini dari majalah femina saya tidak akan terlalu peduli dengan status teman saya ini. Cerita tentang Kartini di Buku sejarah dulu sudah lupa lupa ingat dan kurang mendetail. Dan merasa amazed lagi ketika membaca cerita kartini dari femina. Saya selalu keingetan soal ini, selain saya suka gatel kalau ada sesuatu yang bagus, ya harus dibagi!.

Jauh sebelum Anne Frank nulis diary,lebih jauh lagi sebelum musim ngeblog seperti sekarang ini sesungguhnya kartini telah lebih dulu melakukan hal yang sama yaitu mengungkapkan pemikirannya secara tertulis.

Menulis, sekarang saja tidak semua orang mampu menuangkan pikirannya lewat tulisan. Apalagi untuk ukuran seorang gadis berusia 21 tahun, yang hidup 130 tahun lalu disebuah kota kecil di Pulau jawa di negara yang sedang dijajah. Bahkan pemikiran pemikarannya masih aktual dengan persoalan masa kini. Kartini adalah wanita jenius pada jamannya.

Walaupun akhirnya kartini tidak berhasil mencapai cita citannya dan harus menyerah pada tuntutan adat yaitu menikah dengan pria dan yang sudah menikah dan beranak. Hendaknya kita tidak sinis. Kartini telah berhasil membuat wanita Indonesia untuk mempunyai cita cita setinggi langit dan meraihnya.

Pada saat dipingit Kartini banyak membaca buku dan majalah berbahasa Belanda yang disediakan ayahnya. Sebetulnya ayahnya adalah pria pribumi yang berpikiran maju dan progresif. Menurut Kartini kalau saja ayahnya berani untuk mendobrak tradisi mungkin ia di ijinkan untuk sekolah ke Belanda.

Inilah beberapa petikan dari surat surat Kartini yang menarik:

"Perempuan sebagai pendukung peradaban!bukannya karena di pandang cocok untuk tugas itu.. tapi (karena dari) perempuanlah dapa dipancarkan pengarih besar yang berakibat sangat jauh baik yang bermanfaat maupun yang merugikan. Dari perempuan manusia menerima pendidikan pertama - tama,di pangkuannya anak belajar merasa, berpikir dan berbicara.. Dab bagaimana ibu ibu bumiputera itu dapat mendidik anak mereka kalau mereka sendiri tidak terdidik? (31 januari 1901)

Kartini dan dua adiknya Roekmini dan Rukminah ngotot ingin melanjutkan sekolah. Pada dasarnya ayahnya menyetujui keinginan ketiga anak gadisnya tapi keluarga besarnya menolak keras. Alasannya kalau gadis gadis itu terlalu bebas di khawatirkan tidak ada pria bangsawan yang mau mengambil mereka sebagai istri. Oleh ibu tirinya Kartini dianggap gadis aneh sekaligus kambing hitam. Tapi kemudian sang ibu tiri tidak bisa berbuat banyak karena anak kandungnya Roekmini tak kalah gila.

"Dan sekarang Ibunda tidak dapat menyerang saya (lagi) mengenai kecenderungan liberal saya. Roekmini sama gilanya dengan saya"

Tentang Menghargai perbedaan;

Kami senang sekali bersahabat dengan berbagai bangsa. Hanya dengan (orang) cina kami tidak boleh berhubungan. Itu kehendak ayah dan saya sedih sekali karenanya. Sebab juga bangsa itu ingin saya kenal dengan pandangan murni. Apa yang kami ketahui tentang orang orang Cina yang sering dipandang buruk itu? Kami tidak dapat dan tidak mau menerima bahwa tidak ada sesuatu yang bagus, luhur dan mulia ditemukan di bangsa itu. Tidak kami tidak setuju dengan penghinaan umum terhadap kaum Cina. (14 Desember 1902)

Tentang Pluralisme;

"(Hal - hal ) seperti inilah yang membuat kami demikian lama membelakangi agama.. karena kami banyak sekali melihat peristiwa yang menunjukan ketiadaan kasih sayang yang dilakukan orang - orang dengan kedok agama. Lambat laun, barulah kami tahu, bukan agama yang tiada kasih sayang, melainkan manusia jugalah yang membuat buruk segala sesuatu yang semula bagus dan suci itu..

Sepanjang hemat kami, agama yang paling indah dan paling suci adalah kasih sayang. Dan untuk dapat hidup menurut perintah luhur ini haruskah seseroang mutlak menjadi Kristen? Orang Budha, Brahma, yahudi, Islam bahkan kafir pun dapat juga hidup dengan kasih sayang yang murni." 14 Desember 1902

Memasuki usia 24 kartini menyadari usahanya untuk bersekolah lagi baik di semarang maupun di Belanda, tak akan pernah terlaksana. Padahal ia sudah mengikuti kursus privat bahasa inggris dan prancis.

Desakan dan tentangan keluarga yang kuat agar ia segera menikah membuat mentalnya kelelahan . Ia sedang menunggu jawab dari pemerintah Hindia Belanda mengenai zin beasiswanya ke Belanda ketika ayahnya menerima pinangan Bupati Rembang.

Ironisnya sang bupati sudah punya tujuh anak dan masih memiliki dua istri namun bukan dari kalangan bangsawan. Istri pertamanya seorang raden ayu telah meningggal dunia. Karena itu ia ingin menikahi kartini untuk menggantikan posisi istri pertamanya. Keputusan sang ayah membuat Kartini menyerah meskipun dengan hati hancur.

Namun ditengah keputusasaannya Kartini tidak menyerah begitu saja. Beruntung sang bupati Rembang termasuk pria berpikiran maju, cerdas dan idealis karena pernah bersekolah di Leiden. Kartini mengajukan syarat agar ia tetap bisa mewujudkan cita citanya yaitu mendirikan sekolah untuk anak anak perempuan pribumi di Rembang. Bahkan ia meminta agar anak anak tirinya menjadi murid murid pertamanya. Sang bupati menyetujuinya.

Menurut Roekmini adiknya dalam surat menceritakan bahwa dalam upacara perkawinan adat jawa yang dijalani kakaknya, Kartini menolak mencium kaki suaminya, seperti yang selalu di lakukan pengantin wanita.

Kartini tak mau membungkukan badan saat upacara panggih (kedua pengantin bertemu). Sang suami sempat terperanjat namun dengan bijaksana ia menjulurkan kedua tangannya untuk meraih tangan kartini.

Sikap suaminya yang progresif dan berjiwa besar itulah yang pelan pelan membuat Kartini mampu berdamai dengan dirinya sendiri. Bahkan akhirnya bisa menghormati suaminya.

Dalam surat suratnya setelah menikah kartini berjanji tidak akan membiarkan nasibnya dan nasib adik adik perempuannya terulang pada anak anak suaminya

Saat kartini tengah menanti kelahiran anak pertamanya. Ia menulis bahwa ia sudah menyiapkan sudut untuk si bayi saat ibunya mengajar.

"Sekarang ada sesuatu ala Hilda Van Suylenburg (seorang tokoh feminis di Belanda) seorang ibu yang pergi bekerja dengan bayi yang masih menyusu"

Surat terkahir tertanggal 7 September 2004. Sepuluh hari kemudian kartini meninggal pada usia 25 tahun, akibat kejang perut yang saat itu tidak diketahui penyebabnya, empat hari sesudah melahirkan anak pertamanya.

Menurut kakak mentoring waktu kuliah dulu, quote habis gelap terbitlah terang sebenarnya Kartini temukan dari ayat - ayat Al Quran, tapi saya lupa ayat dan surat yang mana pastinya. Kartini memang pantas untuk dikenang.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun