Hal ini membuat tingkat pemahaman seorang bocah menjadi dipaksakan dan terkesan sistem pendidikan yang dibuat hanya semata karena kejar target anggaran negara dan tidak melihat bagaimana dampak untuk siswa tersebut. Akhirnya banyak bocah dalam usianya menjadi tidak memahami secara tepat, dan menjadikan waktu yang seharusnya digunakan untuk menjadikan kreativitasnya lebih tinggi menjadi menurun karena dikejar oleh banyaknya pekerjaan rumah (PR) yang diberikan oleg guru, dalam sehari bisa empat mata pelajaran yang dijadikan PR , ironis dan sungguh sangat menyedihkan.
Dahulu kami ketika masih kelas dua sekolah dasar, mata pelajaran tersebut tidak pernah diajarkan karena pelajaran tersebut adanya dikelas tiga tingkat sekolah dasar sehingga proses bermain dan memahami seimbang, kami lebih banyak menerima pelajaran diusia delapan tahun untuk belajar menulis, bermain, bernyanyi dalam berbagai bahasa, berbudi pekerti, dan pelajaran IPA /IPS belum masuk dalam mata pelajaran tersebut sehingga proses untuk berkembang dalam kreatifitas kami yang banyak dikelola, lain hal nya dengan sistem pendidikan saat ini. Tak heran banyak orang tua siswa kalangan menengah keatas yang banyak kelabakan sehingga mengharuskan anaknyauntuk les privat karena banyaknya mata pelajaran dan tingkat pelajaran yang dihadapin semakin sulit, bagi sebagian masyarakat kelas menengah kebawah orang tua menjadi semakin arogan dalam mengajari anaknya atau ada yang acuh tak acuh karena terlalu penat dengan pelajaran yang diajarkan.
Ini menjadi koreksi kita semua bagaimana sistem pendidikan di Indonesia harus dihadapi dengan kritis agar generasi bangsa terselamatkan dari kerasnya sistem pendidikan yang seharusnya tidak diberikan yang tidak sesuai dengan usianya. Salam