Keputusan Pemerintah Swedia untuk kembali menggunakan buku cetak sebagai media pembelajaran setelah 15 tahun menggunakan perangkat digital adalah langkah yang mengejutkan sekaligus menginspirasi. Langkah ini mencerminkan kesadaran penting akan dampak negatif teknologi digital terhadap kemampuan dasar siswa, seperti membaca dan menulis. Di Indonesia, masalah serupa juga mulai dirasakan dengan rendahnya budaya literasi dan menulis di kalangan anak-anak akibat kebiasaan serba digital. Apakah Indonesia dapat mengikuti jejak Swedia? Artikel ini akan membahas relevansi keputusan Swedia dalam konteks pendidikan Indonesia serta peluang dan tantangan implementasinya.
KEMBALI KE ARTIKEL