Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang penuh tekanan, konsep slow living jadi sesuatu yang makin dicari banyak orang. Slow living ini bukan sekadar gaya hidup santai, tapi lebih ke cara menikmati hidup dengan lebih sederhana, tidak terburu-buru, dan fokus pada apa yang benar-benar penting. Kalau bicara kota yang cocok buat menjalani hidup seperti ini, Solo—atau Surakarta—rasanya pas banget. Kota ini punya suasana yang tenang, gaya hidup yang sederhana, dan biaya hidup yang ramah kantong.
Gaya Hidup Sederhana ala Solo
Masyarakat Solo dikenal punya gaya hidup yang sederhana. Mereka nggak terlalu sibuk dengan tren atau gaya hidup konsumtif. Alih-alih nongkrong di kafe mahal, orang Solo lebih suka duduk santai di angkringan sambil ngobrol dengan teman-teman. Angkringan di Solo itu ikonik banget—tempat sederhana dengan bangku kayu panjang, lampu remang-remang, dan makanan yang murah tapi bikin kenyang.
Coba bayangkan, dengan Rp10.000–Rp15.000, kamu sudah bisa dapat nasi kucing, sate telur puyuh, dan segelas teh hangat. Suasananya juga santai, nggak ada tuntutan untuk "tampil keren". Di sini, yang penting adalah kebersamaan. Rasanya pas banget buat kamu yang pengen lepas dari kehidupan serba mahal dan sibuk di kota besar.
Bandingkan dengan nongkrong di kafe-kafe fancy di Jakarta atau Bandung, yang kadang lebih fokus ke tampilan daripada esensinya. Di Solo, segelas wedang jahe di angkringan bisa jadi momen paling berharga, karena yang penting adalah ngobrolnya, bukan tempatnya.
Biaya Hidup yang Bersahabat
Kalau kamu lagi nyari tempat tinggal yang murah tapi nyaman, Solo bisa jadi jawabannya. Biaya hidup di sini jauh lebih rendah dibandingkan kota besar lainnya di Indonesia. Harga makanan, transportasi, bahkan sewa tempat tinggalnya sangat terjangkau.
Misalnya, kamu bisa dapat kos-kosan dengan harga di bawah Rp1 juta per bulan, lengkap dengan fasilitas yang memadai. Atau kalau mau lebih serius pindah, ada banyak rumah kecil dengan harga sewa yang ramah di kantong. Biaya makan sehari-hari juga nggak bikin pusing—dengan Rp20.000 saja, kamu sudah bisa makan kenyang tiga kali sehari.
Hal ini bikin Solo cocok banget buat slow living, karena kamu nggak perlu terus-menerus khawatir soal pengeluaran. Kamu bisa fokus menikmati hidup, mengejar hobi, atau sekadar menghabiskan waktu luang tanpa beban.
Suasana Kota yang Tenang
Salah satu hal terbaik dari Solo adalah ritme kehidupannya yang nggak terlalu cepat, tapi juga nggak terlalu lambat. Jalanan di sini jauh lebih bersahabat dibandingkan Jakarta atau Surabaya. Kamu nggak perlu stres menghadapi kemacetan setiap hari.
Solo juga punya banyak ruang hijau dan tempat publik yang nyaman. Misalnya, kamu bisa jalan-jalan sore di Taman Balekambang atau duduk santai di Alun-Alun Kidul. Ada juga banyak jalan kecil yang rindang, cocok buat kamu yang suka jalan kaki atau bersepeda.
Selain itu, kota ini tetap hidup dengan aktivitas masyarakatnya, terutama di pasar tradisional. Pasar Gede dan Pasar Klewer adalah contoh tempat di mana kamu bisa merasakan kehidupan Solo yang sebenarnya. Di sana, interaksi antara pedagang dan pembeli terasa hangat dan santai, nggak tergesa-gesa.
Budaya yang Mendukung Slow Living
Solo bukan cuma tenang, tapi juga punya budaya yang kaya. Di sini, tradisi dan seni lokal masih hidup dan jadi bagian dari keseharian masyarakat. Mulai dari wayang kulit, gamelan, hingga upacara adat, semua itu masih terus dilestarikan.
Gaya hidup masyarakat Solo yang sederhana juga mencerminkan filosofi "nrimo ing pandum"—menerima dengan ikhlas apa yang diberikan. Prinsip ini ngajarin kita untuk bersyukur dan fokus pada hal-hal yang benar-benar penting, daripada terus mengejar sesuatu yang nggak ada habisnya.
Budaya ini sangat selaras dengan konsep slow living. Di Solo, kamu diajak untuk menikmati momen, menghargai tradisi, dan menjalani hidup dengan lebih bermakna.
Tantangan di Era Modern
Tentu saja, Solo juga punya tantangan. Modernisasi mulai masuk, dengan hadirnya pusat perbelanjaan, kafe modern, dan tren gaya hidup yang lebih urban. Kalau nggak hati-hati, budaya sederhana yang jadi ciri khas Solo bisa tergeser.
Tapi sejauh ini, masyarakat Solo punya daya tahan yang kuat terhadap perubahan. Mereka tetap mempertahankan tradisi dan kebiasaan lokal yang sederhana, meski ada godaan modernisasi. Ini yang bikin Solo tetap terasa spesial—modernisasi ada, tapi nggak mendominasi.
Solo itu seperti oase di tengah kehidupan modern yang serba cepat. Dengan gaya hidup yang sederhana, biaya hidup yang terjangkau, dan suasana kota yang tenang, Solo menawarkan semua yang kamu butuhkan untuk menjalani hidup yang lebih santai dan bermakna.
Di kota ini, kamu nggak perlu sibuk mengejar hal-hal yang nggak penting. Kebahagiaan bisa ditemukan di momen-momen kecil, seperti duduk di angkringan sambil ngobrol dengan teman, menikmati nasi liwet di pagi hari, atau sekadar berjalan-jalan di pasar tradisional.
Kalau kamu sedang mencari tempat untuk melambatkan ritme hidup dan fokus pada hal-hal yang benar-benar penting, Solo adalah pilihan yang tepat. Di sini, slow living bukan cuma konsep, tapi cara hidup yang sudah mendarah daging.