Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story Pilihan

Filosofi Kopi Nangkuban, Berburu Sarapan di Adhigana

5 November 2024   07:00 Diperbarui: 5 November 2024   07:09 73 0


Pagi itu, Jogging Track Gasibu menyambutku dengan pelukannya yang lembut dan penuh semangat. Sinar matahari awal hari menembus rimbun pepohonan, menciptakan lukisan alam yang nyaris sempurna. Udara pagi di Bandung adalah suatu berkah, segar dan dingin, seakan setiap embusan angin yang masuk ke paru-paruku membawa kehidupan baru. Langit biru bersih membentang di atas kepala, seperti kanvas yang menanti goresan langkah-langkah kecilku di sepanjang lintasan lari.

Di Gasibu, lapangan olahraga ini adalah taman bermain para pencari energi pagi. Ada yang berjalan santai, bercanda dengan teman, atau bahkan berlari secepat mungkin mengejar ambisinya. Aku mulai berlari, merasakan setiap tarikan napas yang mengiringi langkah-langkahku. Dengan setiap injakan kaki, aku seolah menyatu dengan bumi yang basah oleh embun. Rasanya seperti berdansa bersama alam, irama detak jantungku berpadu dengan harmoni alam yang membangkitkan semangat.

Setelah beberapa putaran, tubuhku mulai terasa panas, dan keringat yang mengalir dari kening membuat kulitku terasa segar. Cahaya matahari menari-nari di atas tubuh, seakan memuji setiap usaha kecil yang kupersembahkan untuk kebugaran. Setelah puas menghirup energi pagi itu, aku memutuskan untuk beristirahat dan mengarahkan langkahku keluar dari lapangan.

Di luar area jogging track, perutku mulai bersenandung, seolah memberi isyarat bahwa saatnya mencari sarapan. Berjalan perlahan-lahan sambil menikmati suasana pagi yang masih lengang, aku menyusuri jalan-jalan kecil menuju tempat-tempat makan yang berderet di sekitar kawasan Cilaki. Bandung memang selalu penuh kejutan, terutama di waktu pagi saat aroma makanan tercium dari setiap sudut kota. Aroma kopi dan makanan ringan mulai merasuki udara, seakan-akan mereka memanggilku untuk singgah.

Langkahku terhenti di depan sebuah tempat yang terlihat ramai. Tempat ini penuh sesak oleh orang-orang yang tampak sabar mengantri. Mataku terpaku pada kerumunan yang terus bertambah, dan rasa penasaran mulai membuncah di dalam dada. Apa yang begitu menarik di tempat ini sampai-sampai banyak orang rela mengantri di pagi hari?

Tanpa ragu, aku memutuskan untuk ikut mengantri. Suasana riuh rendah para pengunjung yang sibuk memilih menu membuatku merasa semakin antusias. Saat mendekat, aku melihat bahwa tempat ini menyediakan menu sarapan ala prasmanan, pilihan makanannya terhampar di meja panjang dengan beragam hidangan yang menggugah selera. Ada nasi uduk, kupat tahu, rice butter dengan aneka topping, dan berbagai lauk lain yang khas. Namun pandanganku tertuju pada satu sajian yang tampak istimewa di ujung meja. Hidangan itu dihidangkan dengan sangat menarik, potato baked. Kentang panggang berwarna keemasan yang tampak renyah di luar namun lembut di dalam, ditambah dengan lelehan saus keju yang menggiurkan di atasnya. Saat pertama kali melihatnya, perutku seperti berteriak semakin keras. Aku tak kuasa untuk tidak memesan hidangan ini.

Setelah menerima potato baked pesananku, aku mencari tempat duduk di luar. Aku duduk di bangku kayu kecil, berbaur dengan pengunjung lain yang sama-sama sibuk menikmati sarapan mereka. Ketika garpu pertamaku menyentuh potato baked ini, aku sudah bisa merasakan teksturnya yang lembut dan hangat. Saus keju di atasnya langsung lumer, membalut setiap gigitan dengan cita rasa yang lembut namun gurih, seolah-olah lidahku tengah diselimuti oleh rasa yang hangat dan nyaman.

Aku menggigit perlahan, mencoba meresapi setiap detik dari kelezatan yang ditawarkan hidangan sederhana ini. Kentangnya lembut namun padat, dengan sedikit rasa manis yang kontras dengan asin gurihnya keju. Saus kejunya benar-benar memanjakan, seperti selimut yang membalut kentang tersebut dalam kehangatan dan kelembutan. Rasanya membawa kenangan pada sarapan pagi yang disiapkan dengan penuh cinta, membuatku merasa seperti di rumah sendiri.

Saat aku menikmati gigitan demi gigitan, aku mulai merasakan suasana sekitar dengan lebih dalam. Di sebelahku, sepasang muda-mudi tertawa renyah, tampak asyik bercanda sembari menikmati rice butter. Di meja lain, seorang ayah tengah menyuapi anaknya dengan hati-hati, mengingatkanku pada kehangatan keluarga yang terasa akrab. Tempat ini, meskipun ramai, berhasil menciptakan atmosfer yang hangat dan penuh keakraban. Makanan yang sederhana, namun disajikan dengan hati.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun