Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

Sudah Menyerahkah Indonesia Terhadap Korupsi?

30 Januari 2011   14:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:03 317 2

“Saat Orde Lama korupsi dilakukan dibawah meja. Saat Orde Baru korupsi dilakukan diatas meja sambil ditutup stop map. Saat ini korupsi dilakukan diatas meja sekalian mejanya diangkut pula” (pepatah seorang Kompasianer kenthir)

Kualifikasi korupsi menurut Undang Undang No 31 Tahun 1999 jo Undang Undang No 20 Tahun 2001 pasal 2 ayat 1 adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Menurut pasal 3, kualifikasi korupsi adalah setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Pada bagian pertimbangan Undang Undang No 20 Tahun 2001 dijelaskan lebih lanjut bahwa tindak pidana korupsisangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional serta pertumbuhan nasional yang menuntut efisiensi tinggi. Disamping itu dijelaskan pula bahwa korupsi adalah pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.

Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk dengan payung hukum UU No 30 Tahun 2002 pada tanggal 29 Desember 2003 sampai saat ini merupakan salah satu lembaga yang paling disegani di tanah air, sejumlah prestasi lembaga ini dapat dibaca di sini. KPK menurut saya tidak perlu dibentuk adanya jika semua lembaga hukum dibawah pemerintah seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung dapat menjalankan fungsinya sebagaimana diamanatkan undang-undang dan jajaran pelaku institusinya menjalankan sesuai sumpah jabatan yang diembannya dengan integritas yang tinggi tentunya.

Rangkaian kasus korupsi seakan tak berhenti menghiasi media massa sepanjang pemerintahan KIB Jilid 2 ini beserta pernak-pernik tentunya termasuk upaya pelemahan kelembagaan KPK, dari kasus Antasari Azhar sampai Chandra-Bibit yang berakhir dengan deponeering. Kasus-kasus besar yang menarik media massa untuk mengulasnya karena diduga berkaitan dengan partai politik tertentu sampai kasus-kasus yang luput dari perhatian media. Sedemikian banyak kasus korupsi dari tingkat pusat sampai daerah yang ditangani oleh KPK membuat saya bertanya akan sampai kapankah KPK melakukan hal-hal seperti ini?

Ujaran dan tekad (kalau tidak mau disebut janji) ketua KPK yang baru Busyiro Muqoddas yang menyatakan bahwa akan menyelesaikan seluruh kasus tindak pidana korupsi di tahun 2011, termasuk episode Centurygate dan episode Gayus Tambunan pantas mendapat apresiasi piublik. Dalam pertemuan dengan wakil dari 99 lembaga dan tokoh tersebut Busyiro menegaskan bahwa akan menindak secara tegas siapapun berdasarkan bukti kuat dan menyatakan tidak ada zona aman bagi siapapun di negeri ini yang terbukti melakukan korupsi. Tentang bagaimana hasilnya nanti kita tunggu saja kabar selanjutnya.

Sampai pada fase ini seolah menerbitkan harapan bahwa kasus-kasus besar yang menjadi perhatian publik akan terselesaikan tanpa adanya motif-motif politik yang membelenggunya. Namun cobalah kita cermati APBN 2011, anggaran untuk KPKhanya 575.7 Milyar Rupiah atau hanya sebesar 0.0468 % dari total anggaran belanja pemerintah yang sebesar 1,229 trilyun rupiah,jumlah yang sangat kecil kalau dibandingkan dengan anggaran perjalanan dinas pejabat yang sebesar 24.5 trilyun rupiah itu. Dari sini saja komitmen negara dalam upaya pemberantasan korupsi sangatlah rendah. Seperti kita tahu bersama bahwa tugas KPK tidak melulu hanya penindakan namun upaya pencegahan sangatlah perlu, ibarat berhadapan dengan penyakit lebih baik mencegah daripada mengobati bukan? Tapi dalam hal ini KPK berhadapan dengan virus yang bernama kanker korupsi stadium 3 atau 4 entah bagaimana caranya lagi mencegah dan mengobatinya.

Kegagalan secara mutlak adalah dimana kita, masyarakat sipil dan orang tua gagal memberikan teladan dan pembimbingan anti korupsi kepada anak-anak dan generasi penerus kita. Sudahkah?

Ilustrasi: mushafulimam.blogspot.com

Salam hangat Kompasiana

Erfan Adianto

Seorang buruh biasa

-0-

Postingan saya yang lain di Kompasiana

Memilih Untuk Bahagia

Upaya Menutupi Anggaran Perjalanan Dinas Pejabat Tahun 2011

Dibalik Skenario Pembebasan Bea Masuk Impor Bahan Pangan

Lampu Kuning untuk Pemerintah

Menyikapi Iklan di Kompasiana

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun