Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

"Merpati Tak Pernah Ingkar Janji"

20 Desember 2010   13:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:33 463 3
Jika anda termasuk generasi yang dibesarkan di era dekade 80-an, tentunya anda masih dapat mengingat sebuah film yang berjudul “Merpati Tak Pernah Ingkar Janji”. Film ini dirilis pada tahun 1986 dengan bintang Paramitha Rusady dan Adi Bing Slamet tentu sutradaranya adalah Edy Suhendro. Saya masih mengingatnya bukan pada jalan cerita ataupun sinopsisnya, tapi pada artis pemeran utama film tersebut, Paramitha Rusady. Dapatlah anda bayangkan saat itu saya masih dengan seragam putih dan bercelana pendek merah mengagumi paras dan kecantikan Paramitha Rusady yang memang saat itu sedang mekar-mekarnya, impian saat itu saya dapat berjabat tangan dengannya atau minimal dapat mencium pipinya hemm…impian yang saat ini sepertinya sulit terlaksana bahkan sampai artis ini menikah untuk kedua kalinya.

Masih sekitar janji-janji walaupun tidak terkait dengan film “Merpati Tak Pernah Ingkar Janji” tepatnya saat pemilihan pucuk pimpinan negeri ini tahun 2009 seorang calon saat itu telah mengemukakan 15 janjinya jika terpilih kembali menjadi episentrum kekuasaan negeri ini saat berkampanye di Istora Senayan Jakarta. 15 janji-janji itu adalah:

1.Pertumbuhan ekonomi minimal 7 persen sehingga kesejahteraan rakyat meningkat.

2.Kemiskinan yang diharapkan turun hingga 10 persen terutama meningkatkan pembangunan pertanian, pedesaan dan program pro rakyat.

3.Pengangguran turun hingga 6 persendengan cara meningkatkan peluang lapangan pekerjaan dan peningkatan penyaluran modal usaha rakyat (KUR).

4.Peningkatan pendidikan, yakni infrastruktur dan kesejahteraan guru, persamaan perlakuan sekolah negeri-swasta-agama dan melanjutkan sekolah gratis bagi yang tidak mampu.

5.Masalah kesehatan akan terus dilakukan pemberantasan penyakit menular dan melanjutkan pengobatan gratis bagi yang tidak mampu.

6.Akan meningkatkan swasembada pangan, yakni swasembada beras dipertahankan dan akan dilanjutkan swasembada daging sapi dan kedelai.

7.Penambahan energi daya listrik secara nasional dan BBM terbarukan.

8.Pemerataan pembangunan infrastruktur.

9.Kesembilan, peningkatan pembangunan rumah rakyat.

10.Pemeliharaan lingkungan terus ditingkatkan seperti dengan reboisasi lahan.

11.Meningkatkan kemampuan pertahanan dan keamanan, serta modernisasi alutsista TNI/ Polri.

12.Reformasi birokrasi, pemberantasan korupsi terus ditingkatkan.

13.Otonomi daerah dan pemerataan daerah ditingkatkan.

14.Demokrasi dan penghormatan terhadap HAM makin ditingkatkan.

15.Meningkatkan peran Indonesia makin ditingkatkan di dunia internasional.

Tidaklah mudah mewujudkan janji-janji itu jika dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk kesejahteraan rakyat tanpa kepentingan pribadi, partai dan kelompoknya. Namun janji-janji ini sebagian besar tidak terukur besarannya dari sekian menjadi sekian untuk kurun waktu sekian tahun. Barangkali karena kita semua maklum adanya bahwa masyarakat kita memang pendek ingatan kolektifnya, apalagi tidak terlalu peduli dengan besaran-besaran yang dapat diukur dan dengan target waktu yang jelas. Jadi janji-janji itu makin lancar saja untukkomoditas kampanye, apalagi tidak ada pernyataan tertulis dan ditandatangani di atas materai, makin lengkaplah sudah janji-janji pemanis bibir ini.

Salah satu janji itu adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi minimal 7 persen, realitas yang ada sampai triwulan ke 3 tahun 2010, pertumbuhan ekonomi hanya berkisar 5.9 persen, untuk mencapai 7 persen sampai akhir triwulan ke 4 rasanya cukup berat, namun saya yakin seyakin yakinnya bahwa pemilik janji ini optimis untuk mencapai 7 persen, entah bagaimana caranya. Angka penduduk miskin diharapkan turun mencapai 10 persen, pada kenyataannya sampai tahun 2010 data menunjukkan di posisi 13.3 persen barangkali salah satu cara untuk menurunkan jumlah penduduk miskin ini adalah dengan mengirimkan TKI dan TKW ke luar negeri dan membiarkan kasus Sumiyati kelak muncul kembali sambil menjanjikan akan diberi handphone untuk para TKI dan TKW tersebut ah semoga saja saya salah menduga. Demikian pula janji menurunkan tingkat pengangguran sampai 6 persen namun kondisi aktual sekarang masih dikisaran angka 8-10 persen. Ketiga janji diatas paling sederhana solusinya adalah menciptakan lapangan pekerjaan sebesar-besarnya dan seluas-luasnya entah akan menggunakan sistem kapitalisme, sosialisme, pancasilaisme, ataupun madzhab-madzhab ekonomi lainnya, sepenuhnya menjadi tanggungjawab pemilik janji-janji ini.

Program reformasi birokrasi tentunya mempunyai harapan agar birokrasi pemerintahan sebagai pelayan masyarakat dapat lebih efisien dalam melakukan fungsinya serta dapat mencegah ‘kebocoran’ anggaran negara, namun pada kenyataannya tidaklah terlalu menggembirakan adanya, sudah banyak diulas diberbagai media cetak dan elektronik bahkan ulasan dari beberapa kompasianer tentang tidak selesainya/terkatung-katungnya berbagai macam kasus korupsi besar seperti halnya Centurygate, mafia hukum, mafia pajak dan lain-lain, ditambah dengan peringkat korupsi dimata lembaga internasional dimana Indonesia menempati urutan ke 110 negara terbersih sedunia atau nomor 90 terkorup sedunia versi Transparancy International dan peringkat 1 negara terkorup di Asia Pasifik versi PERC, padahal suatu saat seseorang ini pernah berbicara dengan lantang “Saya akan berada paling depan dalam pemberantasan korupsi”, akan tetapi belumlah banyak kemajuan yang dicapai alias jalan di tempat.

Satu hal yang cukup mengherankan adalah betapa sangat tidak pedulinya janji-janji ini dengan pertumbuhan penduduk Dibandingkan dengan Orde Baru, saat itu gencar sekali program Keluarga Berencana dengan maksud memperlambat laju pertumbuhan penduduk sehingga program swasembada pangan dapat tercapai. Janji meningkatkan swasembada pangan akan menjadi pepesan kosong apabila laju pertambahan penduduk tidak dikendalikan dan pembukaan lahan pertanian baru secara besar-besaran tidak diwujudkan serta pengembangan program terpadu mengantisipasi cuaca ekstrim tidak dilakukan, sehingga yang terjadi adalah import bahan pangan untuk menutupi kekurangan pasokan. (Apakah hal ini yang ditunggu-tunggu sebagian kalangan karena dibandingkan membuka lahan baru merupakan usaha yang berat maka lebih enak mendapatkan fee yang lumayan dari importir…wallahualam).

Ketika ditanya kenapa besaran-besaran itu tidak terpenuhi, pasti pemilik janji ini dengan santaiakan ngeles menjawab “Lhoh ini khan masih 2010, ya tunggu tahun 2014 dong.” Untuk janji-janji yang dapat diukur besaran-besarannya saja mungkin, sekali lagi mungkin akan dijawab seperti itu bila ditagih oleh rakyatnya, apalagi janji yang sengaja tidak diberikan ukuran dan batasannya yang jelas. Oleh karena itu postingan ini hanya membahas 5 janji saja, janji-janji yang lain akan membuat saya senang hati jika diantara kompasianer dapat membagikan pencapaiannya.

Harapan dari postingan ini adalah memperpanjang ingatan kita akan janji-janji itu, apabila janji-janji itu hanyalah pepesan kosong belaka, saya berharap suatu saat seluruh rakyat negeri ini akan serentak menagihnya. Tidaklah elok jika dibandingkan dengan merpati saja, “pemilik janji ini” tidak ada apa-apanya. Ah…saya malah ngelantur membayangkan Paramitha Rusady menyanyikan Merpati Tak Pernah Ingkar Janji.

Ilustrasi : cariartis.com

Salam hangat Kompasiana

Erfan Adianto

Seorang buruh biasa.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Postingan saya terdahulu :

Bencana Alam, Ilmu Pengetahuan dan Korupsi

Postingan menarik dan penting dikaji dari sahabat-sahabat saya:

Engkong Ragile: Bahaya Positive Thinking dan Negative Thinking

Teteh Della Anna:Pembatasan BBM Bersubsidi Ciptakan Manipulasi

Bung Olas Novel:Makna Ulang Reformasi

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun