Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Menghadapi 4 Musim dalam Pernikahan

11 Desember 2012   10:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:50 414 1
Mengarungibahtera rumah tangga tak ubahnya mengarungi lautan dengan menggunakan bahtera (baca: perahu layar). Perahu layar harus dikemudikan oleh orang yang cakap ‘membaca’ musimagar sampai ke tempat tujuan dengan selamat. Demikian pula dengan juru mudi rumah tangga, pasangan suami isteri. Sebagai nakhoda, suami yang bersisian dengan isteri -- bukan di depan apa lagi di belakang isteri -- sebaiknya memahami fenomena “4 musim” yang kerap kali datang silih berganti mewarnai perjalanan bahtera kerumahtanggaan. Suami dan isteri hendaknya bekerja sama agar bahtera yang didayungnya, selain tiba dengan selamat hingga ke tujuan juga yang paling penting ditemukan perjalanan yang menyenangkan (memang penting destination, akan tetapi journey juga lebih penting).

Empat Musim
Seperti musim-musim yang menghampiri bumi, pernikahan dan rumah tangga juga mengalami priodesiasi musim: Musim Semi, Musim Panas, Musim Gugur dan Musim Dingin. Musim semi adalah sebuah masa yang segalanya indah tengah bersemi di dalam dan di sekitar rumah tangga. Putik bunga cinta mulai bermekaran. Tingkat toleransi dan perhatian ‘pengantin baru’ amat sangat tinggi. Tak ada yang istimewa selain si Dia. Dunia ini, serasa hanya milik “kita” berdua, yang lain cuman ngontrak! Pendek kata, apa pun dan bagaimana pun Dia, ini adalah musim semi!!

Musim berikutnya adalah musim panas. Bambang Sumanjaya, seorang pemerhati Kerumahtanggaan menyebut musim panas ini adalah masa yang sangat ditunggu-tunggu. Sebuah era di mana rumah tangga mencapai tingkat kenyamanan luar-dalam. Bahtera rumah tangga tengah berlayar di laut tenang. Tenang materil, nyaman moril. Kualitas hubungan, berada pada titik antar pasangan saling percaya, merespon dan memperlakukan pasangan dengan sangat ideal. “Kita” sedang berada di area comfortable zona, saudara-saudra!

Sayang, memang. Perahu pernikahan dapat pula terhadang oleh musim gugur. Ada yang menyebutnya sebagai musim “demi untuk Aku”, dan bukan “demi untuk Dia”. “Semestinya dia bisa mengerti aku. Mengapa, kok selalu aku yang harus mengalah?,” begitu kira-kira yang bermain dalam diri pasangan ketika badai musim dingin tengah menghempas-hempas mengolengkan perahu pernikahan . Jika begini, waspadalah karena sesungguhnya awal musim gugur telah dimulai. Kesibukan diri masing-masing, pun dijadikan tameng untuk tidak saling bertukar kabar, tak lagi berpegang tangan ketika tengah berjalan di tengah keramaian. SMS untuk sekadar menanyakan “sudah makan belum, Hani?,” tak lagisering mampir seperti di dua musim sebelumnya.Hingga, rasa saling percaya menjadi hal yang amat langka, mengalahkan nilai barang antik dari jaman prasejarah, sekali pun....

Selanjutnya (nah, ini yang lumayan mengerikan!). Emosi bercampur aduk: Dari rasa takut, sedih, marah, benci, hingga tak lagi dihargai, pun menghampiri. Merasa disalahkan pun berkecamuk membara di dada. Musim dingin telah tiba...., dan kata desperate-lah seolah menjadi jalan keluar. Bisa jadi pisah kamar, pisah ranjang, bahkan pisah rumah menurut penasehat pernikahan, seolah-olah dapat dianggap sebagai problem solving-nya. Pintu komunikasi pun tertutup rapat-rapat (kalau perlu, kunci pintu juga sengaja ikut dibuang ke laut).

Bahasa Cinta
Lalu, haruskah perahu pernikahanterombang-ambing di tengah laut kebencian akibat deraan badai musim dingin terus menerus? Jawaban kita: “Pasti tidak!”. Empat Bahasa Cinta, dapat menjadi jalan keluar, ternyata. Menghalau musim gugur agar tak berpindah ke musim dingin, namun sebaliknya memutar haluan perahu agar kembali ke musim panas....

Satu, sentuhan. Sentuhan (tak berkaitan dengan hubungan sexual sama sekali...), dapat dipilih. Ketika berinteraksi, suami atau isteri menyentuh bagian tubuh tertentu pasangannya. Bisa jemari, pipi, lengan, punggung, kuping, tengkuk atau telapak tangan dan cium pipi. Sentuhan fisik dipandang sebagai sesuatu yang memberikan perasaan aman dan nyaman setiap pasangan. Dua, hadiah. Hadiah tak selalu harus berharga mahal. Memberi hadiah berupa permen cokelat, sekalipun dalam momen istimewa. Menyeduhkannya segelas kopi hangat pun bakal membuat pasangan kita merasa tetap “dipedulikan”. Tiga, kata cinta. Tidak harus selalu “I Love You” yang terucap. Dengan memanggilnya sebagai ‘sayang’, ‘hani’, ‘mam’ atau ‘adek’ cukuplah baginya untuk tetap merasa ia masih tetap berada di musim semi dan musim panas.

Empat, waktu berkualitas. Pernahkah Anda melihat sebuah pasangan sedang berduaan masing-masing asyik dengan dirinya sendiri? Yang satu sedang sibuk memencet tombol handphone sementara yang lain tengah larut berselancar di dunia maya, dan setelah itu acara berduaan mereka pun usai sudah. Jika ya, adegan ini tak layak ditiru. Jadikan waktu berduaan itu (boleh bersama anak-anak, jika sudah punya) untuk melakukan hal menyenangkan secara bersama. Kalau memang ingin berselancar di dunia maya mengapa tidak tablet atau laptop yang sama digunakan secara bersamaan. Bersama melakukan hal yang sama terhadap minat yang sama menjadi kata kuncinya.

Kecil-kecil Bermakna Besar
Berpeluk di pinggang, bergandengan tangan, jemari saling berpagutansaat sedang berjalan, atau saling bertatapan (eyes contact) rupanya juga ampuh mengusir musim gugur agar pergi tak lagi meninggalkan jejaknya sekaligus menahan laju menuju musim dingin nan membekukan. Hal-hal yang terlihat sepele tapi punya dampakyang baik. Tak harus fokus pada hal yang “besar-besar”, yang dikira akan memberi kejutan.Ucapan “terima kasih” atau “maaf”, misalnya dinilai syarat dengan muatan ‘menghargai pasangan’ (love is respect). Kecil, memang tapi besar maknanya.....

Last But Not Least
90 persen pasangan mengaku tidak pernah lagi saling mengatakan 'I love you' sebelum tidur dan 80 persen lainnya mengaku tak lagi menciumi pasangan sebelum tidur. Hasil survei ini menunjukkan bahwa dua musim penting, musim semi dan musim panas tak lagi bersemi dalam pernikahandan kerumahtanggaan mereka. Sebagian menganggapnya tak lagi penting, dan tak sedikityang lainnya merasa bahwa “kami tak punya waktu lagi untuk melakukannya”, atau “aku lelah, ingin langsung tidur”. Padahal, kata seksolog, ‘aktvitas sebelum tidur’ dalam makna sesungguhnya dan makna seluasnya tetap menjadi penting demi dan atas nama agar bahtera pernikahan dapat berlabuh di dermaga yang ingin dituju untuk kemudian kembali berlayar lagi ke semua dermaga cinta mana pun yang diinginkan. Jangan biarkan perahu pernikahan kita terseret ombak musim gugur hingga musim dingin. Sebab, di sana ada musim semi dan musim hangat tengah menanti kita....@

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun