Sore ini kulihat kembali langit warnanya begitu pekat
tak ada bintang maupun bulan gelap gulita tanpa bias cahya
tiada batas nan dapat kutentukan tidak terdengar suara desing angin
aku mulai resah tatkala udara mulai hampa
lampu di rumahpun terlihat redup ada hanya bayangan gelap
Musim terus berlalu waktu kini telah berganti lagi
sementara almanak dinding masih tetap diam
padahal awal segera akan menjadi akhir
jangan harus mengejar dengan berlari
tanpa terasa bumi berputar pada porosnya
Membawa harapan nan tambah jauh
terang nan gersang memberi tanda saat matahari menelan waktu
setelah menikmati kesejukan menjadi bagian dari sebuah keluarga
mendadak menjadi membabi buta tak dinyana terjadi tekanan jiwa
terlibat dalam sengketa dahulu banyak nan bilang
Selama waktu tidak pernah mau berhenti
banyak tak yakin kealpaan manusia
noda dosa angkuh durhaka mesti harus disapu tsunami
engkau tersirat digaris lelangit tertulis dalam mata nan kucinta
bukan sepenuhnya kemiskinan tapi kau begitu leher lembut
(Pondok Petir, 25 Maret 2015)