Berdasarkan pengamatan yang menyeluruh, arah dan orientasi P2BN adalah meningkatkan produksi beras sebesar-besar nya agar kita memiliki cadangan beras nasional yang cukup. Aneh nya, dalam tataran pelaksanaan program P2BN di lapangan, Pemerintah belum secara tegas mengupayakan peningkatan kesejahteraan para petani padi nya. Kalau pun ada anggapan bahwa dengan semakin meningkat nya produksi beras, maka otomatis pendapatan petani akan membaik, namun jika kita kaitkan dengan nilai tukar petani padi, yang seolah-olah "jalan ditempat", makin memperjelas bahwa peningkatan produksi beras tidaklah berkorelasi positip dengan peningkatan kesejahteraan petani padi nya. Mengenaskan !
Perlindungan dan pembelaan terhadap kaum tani, benar-benar merupakan sebuah kebutuhan mendesak. Kebijakan pertanian, khusus nya pembangunan petani nya yang ditempuh negara-negara sahabat, tampak jelas keberpihakan nya. Mereka sungguh serius melaksanakan nya. Mereka tidak pernah setengah hati. Bahkan mereka pun tidak pernah mau main-main dalam menjalankan kebijakan-kebijakan nya.
Lalu bagaimana kondisi nya dengan yang terjadi di negara kita ? Inilah yang memilukan. Hingga detik ini, bangsa kita tampak masih sibuk merancang regulasi terkait dengan perlindungan dan pemberdayaan petani. Padahal bangsa-bangsa lain sudah menjalankan nya. Akibat nya wajar, bila banyak kalangan yang berpandangan bahwa dalam kaitan nya dengan upaya perlindungan dan pembelaan terhadap petani, Pemerintah kita terekam cukup telat mewujudkan nya.
Pemerintah, seolah-olah sudah merasa puas dengan diterapkan nya kebijakan subsidi benih dan pupuk. Padahal, bila kita cermati fenomena yang terjadi, subsidi benih dan pupuk yang selama ini digelindingkan, tidaklah secara otomatis mampu melindungi mau pun membela petani. Yang terjadi petani tetap menderita. Petani tetap menjerit. Petani tetap harus berkubang dengan kondisi kehidupan yang sengsara. Dan petani pun tetap terjerat dalam suasana hidup miskin.
Lebih parah lagi, gambaran ini dikuatkan pula dengan ada nya pengakuan bahwa sebagian besar penerima bantuan program beras untuk masyarakat miskin (raskin) adalah para petani dan nelayan. Data ini semakin mempertegas bahwa yang nama nya petani belumlah pantas untuk disebut sebagai penikmat pembangunan, namun kita pasti tidak akan disalahkan bila menyebut petani adalah korban pembangunan.
Inilah Indonesia. Negeri yang pernah menyabut gelar swasembada beras. Warga dunia saat itu sempat terpukau. Mereka tidak percaya akan prestasi bangsa kita. Mereka bertanya bagaimana cara nya Indonesia yang semula dikenali sebagai importir beras terbesar di dunia, kok tiba-tiba mampu berswasembada beras ? Sebelum ada jawaban yang memuaskan, rupa nya kita pun tidak mampu melestarikan kisah sukses swasembada beras.
Beberapa tahun seusai proklamasi swasembada beras tersebut, kita kembali tercatat sebagai importir beras. Bahkan dalam dua tahun belakangan ini, kita telah melakukan impor beras diatas 2 juta ton. Apa boleh buat, memang begitu kondisi nya. Lebih mudah mengejar target ketimbang mempertahankan keberhasilan yang sudah diraih. Hanya, apa pun yang telah terjadi, dalam kaitan nya dengan pembangunan petani, maka sebaik nya kita jangan pernah ragu untuk melakukan perlindungan dan pembelaan terhadap petani. Sosok pemimpin bangsa yang selama ini nyata-nyata membela kaum tani, tiada lain tiada bukan hanyalah Prabowo Subianto.