Pengalaman hidup kita berbeda- beda, serta tidak gampang untuk kita buat masuk serta menguasai pengalaman subyektif tiap orang. Itu sebabnya seorang mempunyai bukti diri individu yang tidak dikenal orang lain. Bisa jadi kita dapat memperhitungkan seorang dari metode dia berperan serta merespons suatu, tetapi kita tidak sempat mengenali latar belakangnya kecuali menceritakan serta berikan ketahui.
Pribadi ini mempunyai sebagian konsekuensi yang menguntungkan. Lagipula, orang- orang mempunyai seluruh berbagai benak serta fantasi edan yang mereka tidak mau orang lain tahu. Namun sisi negatifnya merupakan perihal itu membuat kita sangat gampang buat tidak menyetujui serta berselisih dengan orang lain yang berbeda preferensi, nilai, serta sikap.
Apalagi kita yang berupaya mempunyai toleransi sehat terhadap sudut pandang yang berbeda kadang- kadang membuat diri kita berpikir," Gimana bisa jadi kalian dapat memercayai apa yang kalian katakan serta yakini?"
Contoh besarnya merupakan keyakinan beragama. Terkadang kita memandang kepercayaan beragama orang lain dari sudut pandang serta latar balik pengalaman individu. Lalu bertanya," Gimana bisa jadi kalian yakin pada dewa?"," Mengapa kalian ingin repot- repot ibadah 5 kali satu hari?"," Buat apa kalian melaksanakan pengakuan dosa?", ataupun" Apa yang membuat kamu yakin manusia yang telah mati hendak dibangkitkan kembali?"
Pertanyaan- pertanyaan tersebut kerap timbul ke permukaan serta tidak tidak sering pula memperkenalkan stigma negatif yang berakhir dengan kebencian.
Inilah intinya, bagi Psikolog Mark Alicke dalam Psychology Today, merupakan normal buat kandas menguasai dari mana orang lain berasal dengan apa yang diyakininya. Alasannya kita tidak sempat bisa mengenali dengan tentu apa yang telah dirasakan seorang. Namun, kerapkali kita berasumsi kalau pemikiran serta metode mereka salah.
Sebagian perihal yang kerap membuat kita memandang salah orang lain merupakan perbandingan perbandingan politik, ras, area gender, serta sebagainya. Percayalah, dikala kita tidak sepakat dengan orang lain, berselisih serta membenci mereka sebab perbedaan- perbedaan yang mendasar tersebut, sesungguhnya itu merupakan bukti diri individu mereka yang masuk ranah pribadi.
Telah jadi hakikat tiap manusia berbeda- beda sudut pandang, latar balik, serta kepercayaan. Perihal yang jadi tugas tiap- tiap manusia merupakan menghormati perbandingan tersebut, tidak lagi memandang lebih rendah pada umat manusia lain yang berbeda dan belajar memperhitungkan dari sudut pandang orang lain semacam nasihat yang kerap kita dengar.