Pada satu sisi dengan terpilihnya seorang kader partai menjadi pejabat publik di suatu daerah tentu memberikan keuntungan secara elektoral bagi partai pendukung maupun pengusungnya, namun pada sisi lainnya tentu menjadi dilematis bagi seorang pemimpin yang idealis dan lebih mementingkan kepentingan publik juga patuh akan amanat UUD 1945 dimana demokrasi adalah bentuk kedaulatan rakyat sebagai penentu utamanya. Bukan justru dengan penyalahgunaan kewenangannya sehingga serta merta dapat menggerakkan dan cenderung memasukkan agenda formal suatu daerah yang disusupi oleh unsur politis semi kampanye. Hal ini sangatlah menjadi suatu kemunduran demokrasi pada tingkatan daerah, mengingat cara-cara kotor strategi politik seperti abuse of power, money politic, serta black campaign sangatlah merusak tatanan bernegara yang telah banyak digaungkan akan lebih baik daripada Pemilu sebelumnya.Â