[caption id="attachment_180689" align="alignleft" width="475" caption="Foto udara serpihan Sukhoi Superjet-100 di Gunung Salak. Sumber: tempo.co"][/caption]
KECELAKAAN yang menimpa pesawat Sukhoi
Superjet-100 di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, mungkin tak bakal begitu menyita perhatianku, yang tinggal di pelosok negeri ini, kalau saja salah satu penumpangnya tak kukenal. Sejak pesawat buatan Rusia itu hilang kontak mulai pukul 16.21, Rabu (9/5/12), berbagai informasi berseliweran di email, facebook, ataupun berupa broadcast di blackberry massanger (BBM). Pandanganku berhenti pada sebuah nama yang ada dalam daftar manifest penumpang yang beredar di email maupun berita dotcom. Femi. Apakah dia Femi Adi, cewek tomboy yang pinter nulis, yang dulu adalah adik kelas kami di Fisip Universitas Atma Jaya Yogyakarta? Dari beberapa email dan BBM, segera kusadari nama itu merujuk pada Femi Adi, mantan wartawan Kontan yang kemudian bekerja di
Bloomberg. Tak harus menunggu lama untuk mendapatkan jawaban. Beberapa teman wartawan maupun yang tergabung dalam group alumni Fisip Atma Jaya Yogyakarta, menginformasikan bahwa nama Femi merujuk pada orang yang sama. Femi, satu di antara beberapa wartawan yang ikut dalam penerbangan yang dilakukan pesawat milik Rusia tersebut. Ini merupakan bagian dari demonstrasi penerbangan yang diselenggarakan oleh PT Trimargarekatama, agen yang memperkenalkan pesawat Sukhoi kepada perusahaan penerbangan di Indonesia. Ada 46 penumpang dalam pesawat ini, terdiri atas warga Rusia dan Indonesia. Dulu, sebagai mahasiswa yang tak begitu gaul, aku tak terlibat banyak dalam berbagai aktivitas kemahasiswaan. Tapi dalam beberapa kali kegiatan, terutama terkait pers kampus, Femi sering selalu terlibat ada. Dia memang sudah menulis sebelum menjadi mahasiswa. Aku memang tak terlalu akrab dengan Femi, sebatas kenalan biasa, dan berikutnya mengenal dia lewat aneka tulisannya, baik berupa buku maupun yang tersebar di dunia maya. Kesan luar biasa muncul, karena dia begitu luwes dan lincah menjalani pekerjaan jurnalistiknya. Lihat misalnya tulisan-tulisan ringan di web pribadinya, www.femiadi.com. Di web ini dia menulis hal-hal ringan dan sehari-hari yang dialaminya. Mudah ditemui pribadinya yang humoris yang berakrobatik begitu lincahnya dalam setiap kalimat. Tulisan terakhir berjudul "
visualisasi cempo hitam tak mengundang selera makan" ditayangkan 29 april 2012, sepuluh hari sebelum musibah Sukhoi Superjet-100 terjadi. Aku teringat sebuat kalimat: "setiap kematian adalah sama, yang membuat beda adalah daya kejutnya". Ya, setiap kecelakaan pesawat juga adalah sama. Yang membuat beda, mungkin karena salah satu penumpangnya Anda kenal. Sering terjadi, jika ada kecelakaan atau musibah di tempat lain, kita cenderung mengabaikannya. Karena mungkin peristiwa itu sudah begitu menyatu dalam ritme kehidupan, sampai muncul sikap: "ah, toh bukan menimpa aku, keluargaku, bla-bla-bla." Peristiwa Sukhoi ini semakin menyadarkanku, sekecil apapun peristiwa yang bernuansa tragedi, pun jika terjadi di ujung bumi sekalipun, tetap tak bisa diabaikan begitu saja, hanya karena "bukan aku, bukan keluargaku". Duka dan doa buat kalian, para korban.
SEVERIANUS ENDI
KEMBALI KE ARTIKEL